GUBERNUR Jakarta Pramono Anung Wibowo membebaskan siswa SMAN 72 Jakarta untuk memilih metode pembelajaran daring atau luring. Kedua opsi itu menjadi pertimbangan setelah kejadian ledakan yang terjadi di sekolah tersebut pada Jumat pekan lalu, 7 November 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Pramono telah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Jakarta soal kebijakan belajar mengajar di SMAN 72 setelah kejadian tersebut. Pemerintah, kata Pramono, sepakat memberikan kebebasan kepada pihak sekolah untuk memilih metode pembelajaran, baik daring maupun luring. “Yang mau daring boleh, yang mau langsung juga boleh,” kata Pramono dalam keterangan tertulis pada Jumat, 14 November 2025.
Saat ini, kegiatan belajar di SMAN 72 Jakarta berlangung secara daring. Namun, kata Pramono, para peserta didik juga telah meminta agar kegiatan belajar mengajar kembali berlangsung normal karena sekolah sudah pulih dan aman.
Pramono menyetujui permintaan tersebut. “Untuk itu saya menyetujuinya. Mudah-mudahan minggu depan sudah (normal) sepenuhnya,” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Selain itu, Pramono juga menanggapi kabar bahwa terduga pelaku ledakan, yang saat ini berstatus sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH), adalah siswa penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) di SMAN 72. Pramono berujar tidak ingin terburu-buru mencabut KJP siswa tersebut jika dia memang penerima program bantuan pendidikan itu.
Pramono berujar setiap penerima KJP adalah pelajar dari keluarga yang membutuhkan bantuan pemerintah. “Jadi saya belum memutuskan apa pun tentang hal itu,” ujarnya.
Ledakan di SMAN 72 terjadi saat siswa dan guru melaksanakan salat Jumat pada 7 November 2025. Ledakan pertama terjadi di musala lantai tiga, disusul ledakan kedua beberapa menit kemudian dari area belakang kantin.
Polisi yang mendatangi lokasi menemukan senjata api mainan bertuliskan nama tiga pelaku penembakan masjid di luar negeri: Brenton Tarrant, Alexandre Bissonnette, dan Luca Traini. Petugas juga menemukan bahan peledak rakitan.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, terduga pelaku merupakan salah seorang siswa di SMAN 72 Jakarta. Terduga pelaku itu disebut merasa kesepian dan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan keluh kesah kepada teman maupun keluarga.
Anak berhadapan dengan hukum yang diduga menjadi pelaku juga masih menjalani perawatan intensif. “Yang bersangkutan masih dirawat. Sudah menjalani satu kali operasi tindakan medis dan kini menjalani operasi kedua,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iman Imanuddin.
Polisi menyebut ABH tersebut berpotensi dijerat Pasal 80 ayat 2 juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak, Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.






