ISTILAH super flu yang belakangan ramai di ruang publik merujuk pada penyakit influenza akibat virus influenza A H3N2 subclade K. Pakar kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan virus tersebut bukan jenis baru, melainkan varian influenza yang sudah ada sejak beberapa waktu lalu dan kini kembali memicu lonjakan kasus di berbagai negara.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Tjandra menjelaskan, peningkatan kasus flu di Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat sejak Oktober lalu dipicu oleh virus H3N2. Varian subclade K, kata dia, telah mengalami sedikitnya tujuh kali mutasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak November 2025 juga menyatakan virus ini menyebar cepat dan mendominasi di sejumlah negara di belahan bumi utara.
“Data terbaru Amerika Serikat per 30 Desember 2025 menunjukkan aktivitas influenza berada pada kategori tinggi hingga sangat tinggi di 32 negara bagian, meningkat dari 17 negara bagian pada pekan sebelumnya,” kata Tjandra saat dikonfirmasi pada Rabu, 31 Desember 2025.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat jumlah pasien influenza yang dirawat di rumah sakit melonjak menjadi 19.053 orang, dengan sekitar 3.100 kematian selama musim flu kali ini. “Sebagian besar penyebab flu adalah virus H3N2, dan tentu bukan tidak mungkin yang subclade K,” ujar Tjandra.
Ia mengimbau masyarakat agar memahami risiko flu ini secara proporsional dan tidak panik. Tjandra menyarankan warga yang mengalami gejala flu untuk menjaga kondisi, memakai masker agar tidak menularkan ke orang lain, serta beristirahat. “Bila sakit memberat, sebaiknya berkonsultasi ke petugas kesehatan,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya vaksinasi influenza, terutama bagi lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta, serta mendorong pemerintah untuk menyampaikan informasi perkembangan virus ini secara terbuka kepada publik.





