RUU KUHAP Bakal Disahkan dalam Rapat Paripurna Hari Ini

DEWAN Perwakilan Rakyat bersama pemerintah akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi undang-undang hari ini, Selasa, 18 November 2025. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengkonfirmasi bahwa produk hukum acara pidana tersebut akan diketok dalam rapat paripurna yang rencananya digelar pagi ini.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Cucun mengatakan agenda dalam rapat paripurna sudah dijadwalkan dalam rapat pimpinan (rapim). “Tadi kan sudah rapim, besok (hari ini) dijadwalkan,” kata Cucun di Gedung DPR pada Senin, 17 November 2025. 

Agenda paripurna hari ini telah diunggah pada situs resmi DPR. Rencananya, rapat paripurna ke-8 masa persidangan II tahun sidang 2025-2026 berlangsung mulai pukul 09.30 WIB di Ruang Rapat Paripurna. Salah satu agenda yang tercantum adalah pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU KUHAP.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menerangkan, revisi KUHAP sudah melalui pengambilan keputusan tingkat I dan dibahas bersama. Maka dari itu, langkah selanjutnya adalah pengambilan keputusan di tingkat II alias pengesahannya. “Kan sudah tingkat I, sudah ada jadwal,” tutur Cucun.

Sementara itu, Cucun melanjutkan, pengaduan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak memengaruhi rencana pengesahan. Menurut dia, masyarakat bisa mengajukan uji konstitusionalitas KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meski begitu, ia menegaskan MKD juga akan tetap melakukan verifikasi terhadap setiap aduan yang masuk.

“Kalau pembahasan sudah tingkat I, mekanisme itu tidak bisa terganggu dengan ini,” kata Cucun. “Nanti mekanismenya kan ada, kalau memang enggak setuju dengan isinya bisa melalui judicial review.” 

Pada Kamis, 13 November 2025, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati isi rancangan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam pembicaraan tingkat I. Selanjutnya, RUU KUHAP akan dibawa ke rapat pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Revisi KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU KUHAP juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026. 

Pembahasan revisi KUHAP diwarnai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, misalnya, menilai pembahasan RUU itu terlalu terburu-buru dan tampak dipaksakan supaya bisa berjalan beriringan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan berlaku Januari mendatang.

Padahal, revisi KUHAP belum memenuhi tiga prinsip utama partisipasi bermakna, yakni the right to be heard (hak untuk didengar), the right to be considered (hak untuk dipertimbangkan pendapatnya), dan the right to be explained (hak untuk mendapat penjelasan).

Tak hanya itu, Koalisi bahkan menyatakan Komisi III DPR telah memanipulasi prinsip partisipasi bermakna selama pembahasan revisi KUHAP. Koalisi lantas melaporkan sejumlah anggota Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran kode etik.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan mengatakan sebanyak 11 anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang KUHAP dari unsur DPR dilaporkan lantaran diduga melanggar kode etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR maupun Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). 

Adapun dalam UU MD3, setiap anggota dewan berkewajiban melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, dan menaati kode etik. 

Fadhil menilai bahwa partisipasi publik secara bermakna adalah hak konstitusional, sekaligus juga diatur di dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Sejak proses yang kami lalui dari setidaknya dari Mei kemarin sampai dengan November ini, kami menilai proses pembahasan RUU KUHAP ini tidak sesuai dengan prinsip partisipasi bermakna,” kata Fadhil melalui sambungan telepon pada Senin, 17 November 2025. 

Sejumlah anggota Komisi Hukum DPR yang diadukan ke MKD di antaranya Ketua Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman; Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi PKB, Mohammad Rano Alfath; dan Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Golkar Sari Yuliati. Sementara anggota lainnya yang dilaporkan adalah Safaruddin, Soedeson Tandra, Muhammad Rahul, Machfud Arifin, Hasbiallah Ilyas, Nasir Djamil, Endang Agustina, dan Hinca Ikara Putra Pandjaitan. 

  • Related Posts

    Hari Pertama Operasi Zebra di Jakarta, Pemotor Lawan Arus Mendominasi

    Jakarta – Polda Metro Jaya mencatat pelanggaran yang paling banyak dilakukan pada hari pertama Operasi Zebra Jaya 2025. Untuk sepeda motor, pelanggaran terbanyak yaitu tidak menggunakan helm dan melawan arah.…

    Relawan dan DMC Dompet Dhuafa Intensifkan Pencarian Korban Longsor di Cilacap

    INFO NASIONAL — Upaya pencarian korban longsor masih terus berlangsung. Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa (DD) kembali melakukan penyisiran intensif untuk menemukan tujuh korban yang masih dinyatakan hilang hingga…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *