KEPALA SMAN 72 Jakarta Tetty Helena Tampubolon mengatakan pihaknya masih akan menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara daring pada pekan depan. Para siswa maaih akan belajar dari rumah usia kejadian ledakan pada 7 November lalu.
“Hari Senin itu yang pasti masih PJJ,” ujar Tetty saat dijumpai di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Sabtu, 15 November 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Tetty, saat ini orang tua siswa belum menyetujui anaknya kembali belajar di sekolah. Sebab, menurut dia, sebagian anak masih mengalami trauma atas insiden ledakan yang terjadi pada waktu salat Jumat pekan lalu itu.
“Masih kita pantau juga dan kita pastikan dengan orang tuanya apakah sudah boleh ambil PJJ atau boleh hybrid. Jadi harus kami pastikan orang tuanya menyetujui,” kata Tetty.
Tetty pun berharap seluruh murid SMAN 72 bisa segera pulih dan kembali belajar di sekolah. “Pesan saya, anak-anak berdoa dan bersemangat, mudah-mudahan segera pulih, supaya tidak ketinggalan dari sekolah lain pembelajarannya,” kata dia.
Hingga saat ini, pihak sekolah masih menunggu hasil resmi penyelidikan dari insiden tersebut. Tetty mengatakan ada beberapa siswa yang masih dalam proses penyembuhan di rumah sakit.
Gubernur Jakarta Pramono Anung sebelumnya telah memberikan kebebasan kepada SMAN 72 untuk memutuskan apakah kegiatan belajar mengajar akan dilakukan secara daring atau luring. Ia hanya berharap kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut sudah dapat berjalan normal pada pekan depan. “Yang mau daring boleh, yang mau langsung juga boleh. Dan ternyata mereka kebanyakan sekarang meminta untuk secara langsung,” ujar Pramono.
Adapun saat ini, terduga pelaku yang merupakan siswa sekolah itu masih menjalani perawatan. “Yang bersangkutan masih dirawat. Sudah menjalani satu kali operasi tindakan medis dan kini menjalani operasi kedua,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iman Imanuddin.
Dari hasil penyelidikan polisi, terduga pelaku itu disebut merasa kesepian dan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan keluh kesah kepada teman maupun keluarga. Polisi menyebut anak berhadapan hukum tersebut berpotensi dijerat Pasal 80 ayat 2 juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak, Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.






