
Akademisi: RUU Penyiaran perlu atur media lokal dan kepemilikan silang
- Jumat, 20 Juni 2025 00:14 WIB
- waktu baca 2 menit

Jakarta (ANTARA) – Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Ignatius Haryanto Djoewanto menyebut Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran perlu mengakomodasi dua isu penting, yakni media lokal dan kepemilikan silang.
Saat diskusi bertajuk “RUU Penyiaran: Peran Negara dalam Menjamin Keadilan Ekosistem Media”, Ignatius mengatakan bahwa di samping lembaga penyiaran swasta, nasib lembaga penyiaran komunitas seperti media lokal perlu ikut diperhatikan dalam RUU Penyiaran yang tengah digodok DPR RI.
“Dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, kenapa sampai muncul ada entitas yang namanya lembaga penyiaran lokal? Saya kira ini arahnya adalah untuk penguatan-penguatan di lokal sehingga, menurut saya, juga penting untuk tetap diakomodasi,” kata Ignatius di ANTARA Heritage Center, Jakarta.
Ia mengingatkan jangan sampai RUU Penyiaran menjadi semacam resentralisasi, yakni menarik kembali kewenangan penyiaran kepada pusat yang dikhawatirkan berpotensi mematikan media-media di daerah.
Ignatius mengaku tengah melakukan penelitian terkait ekosistem media. Dari data yang dihimpun sejauh ini, dia menemukan banyak keluhan dari lembaga penyiaran yang beroperasi di daerah-daerah.
Baca juga: Soal RUU Penyiaran, Nezar: Pemerintah komit jaga keberlanjutan media
Sementara itu, terkait kepemilikan silang, Ignatius mengutarakan bahwa hal itu perlu diatur agar tidak terjadi campur baur kepentingan ekonomi politik media. Menurut dia, publik berhak mendapatkan produk jurnalistik yang nihil bias.
“Lembaga penyiaran kita ini ada banyak yang partisan … partisan ini tidak baik untuk demokrasi karena yang diterima oleh publik informasi yang bias. Bagaimana kemudian UU Penyiaran ini juga bisa menjaga supaya media-media penyiaran kita itu tidak campur baur dengan kepentingan-kepentingan politik,” katanya.
Di sisi lain, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan Pemerintah berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan media, menciptakan lapangan permainan yang setara mengenai hubungan bisnis antara industri penyiaran dan platform digital, serta mendukung jurnalisme berkualitas.
Menurut Nezar, pihaknya tengah menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Penyiaran dari DPR. Ketika draf telah diterima, Pemerintah bakal menyegerakan penyusunan RUU Penyiaran tersebut.
“Kita mungkin akan membuat diskusi juga dengan ekosistem yang ada untuk memperkaya DIM, kita lihat mana lubang-lubang (celah) dari draf itu yang bisa coba diusulkan dari perspektif Komdigi,” ucap Nezar pada kesempatan yang sama.
Baca juga: Komisi I DPR: Revisi UU Penyiaran harus relevan 50 tahun ke depan
Baca juga: DPR segera panggil platform digital terkait revisi UU Penyiaran
Baca juga: Anggota DPR: Media nasional mati perlahan jika tak revisi UU Penyiaran
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Suara Indonesia: jalan baru ANTARA, RRI dan TVRI
- 13 Mei 2025
Rekomendasi lain
Daftar provinsi di Indonesia beserta ibu kotanya
- 4 November 2024
Hukum dan dalil mengonsumsi minuman keras dalam Islam
- 18 September 2024
Rekomendasi daftar film bioskop Indonesia terbaru 2024
- 16 September 2024
Kapan waktu yang tepat untuk baca niat puasa?
- 28 Februari 2025
Potong kuku malam hari, bolehkah?
- 23 Juli 2024
Syarat Magang Bakti BCA dan besaran gajinya
- 17 Juli 2024
Lirik lagu Lyodra – Pesan Terakhir
- 18 Juli 2024