
Budayawan & pegiat lingkungan serukan aksi penyelamatan Gunung Slamet
- Minggu, 18 Mei 2025 16:58 WIB
- waktu baca 3 menit

Jadi, gerakan sebenarnya adalah seruan untuk konservasi
Banyumas (ANTARA) – Sejumlah budayawan, pelaku seni, dan pegiat lingkungan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), menyerukan aksi penyelamatan Gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat lih fungsi dari hutan lindung menjadi lahan pertanian.
Seruan tersebut ditandai dengan aksi penanaman seratusan bibit pohon tahunan yang dimotori Yayasan Dhalang Nawan pada lahan di lereng selatan Gunung Slamet, Dusun Sirongge, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Minggu.
“Ini memang bentuknya menanam pohon tapi tujuannya, niat kami adalah niat untuk konservasi, niat untuk menjaga kehidupan terutama di lereng Gunung Slamet,” kata Ketua Yayasan Dhalang Nawan Bambang Barata Aji.
Oleh karena itu melalui kegiatan penanaman pohon tersebut, pihaknya menyerukan upaya penyelamatan Gunung Slamet yang saat sekarang mengalami kerusakan antara lain akibat pembukaan kawasan hutan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB) yang akhirnya terhenti karena tidak menemukan sumber panas bumi di Gunung Slamet.
Baca juga: Pegiat seni harap Presiden Prabowo kembali pada karakter Gunung Slamet
“Kemudian di sisi barat Gunung Slamet ada pembukaan hutan untuk lahan tanaman kentang. Dalam rangka itu teman-teman sedang mengampanyekan Gunung Slamet sebagai taman nasional,” katanya.
Ia mengakui sebagian orang menganggap taman nasional tidak bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi Gunung Slamet, karena pengelolanya dapat bekerja sama dengan pemodal besar untuk pembukaan lahan, sehingga tetap akan terjadi kerusakan.
Terkait dengan kekhawatiran itu pihaknya akan tetap mengawal pelaksanaan taman nasional di Gunung Slamet agar berjalan sesuai dengan ketentuan.
“Kami itu orang yang lahir di lereng Gunung Slamet, sehingga harus bersyukur dan punya rasa tanggung jawab untuk kelestarian gunung yang telah memberikan berkah kehidupan yang luar biasa. Jadi, gerakan sebenarnya adalah seruan untuk konservasi,” katanya.
Baca juga: Pegiat wisata tawarkan kegiatan alam bebas di lereng Gunung Slamet
Salah seorang budayawan Banyumas, Titut Edi Purwanto mengatakan nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kecerdasan yang tinggi untuk membaca peristiwa atau kejadian, yakni dengan mengatur tata mangsa (tata musim), pola tanam diatur, hingga masa pemetikan.
“Hari ini sebuah bentuk kemuliaan di mana saudara-saudaraku kumpul di sini, menanam pohon tahunan sebagai amal jariah walaupun si penanam sudah mati, kalau pohon itu masih hidup menjadi amal jariah yang tetap hidup si penanam itu sendiri karena memberikan keindahan, udara yang segar,” katanya.
Sementara itu Ketua Presidium Gunung Slamet Menuju Taman Nasional Andi Rustono mengatakan kerusakan Gunung Slamet dapat terdeteksi dengan menurunnya debit air yang dikeluarkan dari sumber-sumber mata air yang ada di gunung terbesar di Pulau Jawa itu.
“Tolonglah, kalau memang Gunung Slamet dianggap rusak, tolong jangan bertambah rusak. Kita tidak akan mengganggu kelanjutan pariwisata, tapi dalam konteks Gunung Slamet untuk menjadi taman nasional ini justru kita saling melindungi, saling memelihara,” katanya.
Baca juga: BRIN ungkap adanya peradaban megalitik yang religius di Gunung Slamet
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Komentar
Berita Terkait
Tim SAR gabungan evakuasi jenazah pendaki meninggal di Gunung Slamet
- 24 Februari 2025
DPD RI dukung usulan Gunung Slamet dijadikan taman nasional
- 28 Oktober 2024
Rekomendasi lain
Cara top up saldo GoPay pakai BCA dan sebaliknya
- 9 Agustus 2024
Daftar obat tradisional yang dilarang BPOM 2024
- 31 Juli 2024
Besaran gaji guru ASN dan non ASN 2025, begini rinciannya
- 3 Desember 2024
Cara bayar PBB online, simpel ternyata
- 3 Juli 2024
Baju adat Riau: mengenal jenis, sejarah beserta filosofinya
- 28 Agustus 2024
Lirik lagu Juicy Luicy – “Lampu Kuning”
- 13 September 2024