KETUA Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau DPP PDIP Rano Karno menilai pengibaran bendera putih yang tersebar di sejumlah wilayah Aceh mengandung berbagai makna. Bendera putih itu berkibar di Aceh sesaat banjir bandang dan tanah longsor menerjang provinsi tersebut.
“Banyak makna kalau saya melihat,” kata Rano usai menghadiri peringatan Hari Ibu yang digelar oleh DPP PDIP, di Jakarta Selatan pada Kamis, 18 Desember 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dia menyinggung sejumlah kepala daerah di Provinsi Aceh yang menyatakan menyerah dalam menangani bencana tersebut. Menurut dia, sikap menyerah kepala daerah itu dikarenakan membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat.
“Itu kan simbolis sebetulnya. Saya meyakini tidak ada niat untuk menyindir,” ujar Wakil Gubernur Jakarta tersebut.
Apalagi, kata dia, anggaran yang dimiliki pemerintah daerah terbatas untuk menanggulangi bencana Sumatera yang berdampak masif dan meluas itu. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB per 18 Desember 2025, Provinsi Aceh paling banyak jatuh korban jiwa, yaitu 451 orang.
PDIP, kata Rano, menggalang donasi untuk membantu korban bencana Sumatera di tiga provinsi tersebut. Total donasi sementara yang sudah dikumpulkan PDIP dalam rangka peringatan Hari Ibu sebesar Rp 3,2 miliar.
Pemasangan bendera putih itu terekam dalam foto yang diabadikan oleh fotografer Tempo, Ilham Balindra pada Senin, 15 Desember 2025. Dalam keterangan unggahan foto, bendera putih itu dipasang pada Rabu malam Desember 2025.
Masyarakat di Aceh mengibarkan bendera putih di sepanjang jalan lintas Sumatera tiga pekan pascabencana yang melanda Sumatera. Bendera itu dipasang di kayu yang ditancapkan di jalan penghubung Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kota Langsa.
Bagi masyarakat Aceh, bendera putih itu adalah simbol bahwa mereka telah menyerah untuk menghadapi penanganan banjir Sumatera. “Bendera putih adalah pertunjukan banyak hal, sekaligus rasa marah, frustasi, harapan dan tuntutan untuk diperhatikan selayaknya warga negara,” kata Muhammad Alkaf, warga asal Kota Langsa, Aceh, saat dihubungi pada Selasa, 16 Desember 2025.
Nauval Pally Taran, relawan berusia 33 tahun yang membantu penanganan bencana di Aceh, juga memandang bendera putih sebagai tanda menyerah dari masyarakat setempat. Menurut dia, masyarakat yang tinggal di daerah yang paling terdampak seperti Aceh Tamiang dan Aceh Utara sangat kewalahan menghadapi bencana.
“Sebagai relawan yang turun langsung ke lapangan, kami benar-benar merasakan ketidakberdayaan masyarakat untuk menghadapi dan bisa keluar dari kondisi sulit bencana ini,” kata Nauval.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nasir Djamil menilai pengibaran bendera putih di jalan lintas Sumatera mencerminkan penderitaan mendalam yang dialami warga Aceh setelah banjir dan tanah longsor. Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan Aceh itu meyakini konstituennya telah kewalahan menghadapi lambannya penanganan pemerintah.
“Masifnya kain putih yang ditancapkan di jalanan dan disangkutkan di jembatan menggambarkan ketidaksanggupan warga menanggulangi dampak bencana,” ujar Nasir Djamil saat dihubungi pada Selasa, 16 Desember 2025.






