SETARA Institute menilai ada dua isu krusial mencuat dalam percepatan reformasi kepolisian. Isu itu yakni wacana presiden menunjuk Kapolri tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan penegasan jabatan sipil yang dapat diisi anggota Polri tanpa pensiun.
Peneliti Setara Institute, Ikhsan Yosarie, mengatakan penunjukan Kapolri langsung oleh presiden dinilai dapat mengukuhkan supremasi kekuasaan eksekutif serta meningkatkan risiko politisasi. Namun mekanisme itu juga berpotensi menghindari tarik-menarik politik di DPR. “Wacana ini punya dua sisi. Di satu sisi rawan politisasi, di sisi lain menghindari negosiasi politik yang kerap melahirkan utang politik,” ujar Ikhsan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Setara menilai wacana tersebut hanya dapat dijalankan melalui pengaturan ketat. Ikhsan menekankan sejumlah syarat ketat yang harus ada yakni mulai dari transparansi rekam jejak calon Kapolri, pelibatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai penjaga independen, hingga penguatan pengawasan DPR berbasis kinerja.
Ia juga meminta dibuka ruang konsultasi publik dalam proses tersebut. “Pengawasan DPR harus substantif, bukan hanya uji kelayakan formal,” ucap dia.
Setata turut menyoroti Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 yang membatalkan frasa penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Ikhsan menyebut putusan itu dapat menghentikan justifikasi ekspansi penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian.
“Putusan ini mengaburkan frasa ‘setelah mengundurkan diri atau pensiun’, dan menjadi energi korektif bagi percepatan reformasi Polri,” kata dia.
Terkait Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur jabatan di 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi anggota Polri aktif, Ikhsan menyebut daftar jabatan itu dinilai perlu diperjelas relevansinya serta dibatasi jumlah personel, jenis jabatan, dan lama penempatan.
“Pembatasan penting agar tidak terjadi migrasi besar anggota Polri dan tidak merugikan karier ASN,” ujar dia.
Setara mengingatkan perluasan penempatan anggota Polri di luar institusi justru berpotensi mengalihkan fokus reformasi internal. Ikhsan menyebut prioritas Polri seharusnya memperkuat pemolisian demokratis dan peningkatan kualitas SDM. “Daftar 17 K/L itu dapat memperluas pengaruh kelembagaan dan memunculkan konflik kepentingan,” kata Ikhsan.






