WAKIL Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan pihak-pihak yang tidak menyetujui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa mengajukan uji konstitusionalitas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan Cucun merespons pengaduan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP terhadap sejumlah anggota Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Laporan dilakukan atas dugaan pelanggaran kode etik selama pembahasan rancangan Undang-Undang KUHAP.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Cucun menegaskan revisi KUHAP sudah melalui pengambilan keputusan tingkat I dan tinggal dilanjutkan pengambilan keputusan di tingkat II alias pengesahannya. “Kalau pembahasan sudah tingkat I, mekanisme itu tidak bisa terganggu dengan ini,” kata Cucun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 17 November 2025. “Nanti mekanismenya kan ada, kalau memang enggak setuju dengan isinya bisa melalui judicial review,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu kemudian.
Cucun menekankan pengaduan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Komisi III DPR ke MKD tidak memengaruhi rencana pengesahan. Meski begitu, ia menegaskan MKD juga akan tetap melakukan verifikasi aduan yang masuk.
“Nanti kalau pelaporan-pelaporan itu akan ditindaklanjuti melalui rapat pimpinan juga di MKD. Kami kalau sudah masuk di pimpinan DPR, kami akan sampaikan,” ujar Cucun.
Pada Kamis, 13 November 2025, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati isi rancangan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam pembicaraan tingkat I. Selanjutnya, RUU KUHAP akan dibawa ke rapat pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan, hari ini, Selasa, 18 November 2025. Cucun Ahmad Syamsurijal mengonfirmasi bahwa produk hukum acara pidana itu akan diketok menjadi undang-undang pagi ini.
Adapun KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU KUHAP juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026.
Kendati demikian, revisi KUHAP diwarnai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, misalnya, menilai pembahasan RUU itu terlalu terburu-buru dan tampak dipaksakan supaya bisa berjalan beriringan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku Januari mendatang.
Padahal, revisi KUHAP dianggap belum memenuhi tiga prinsip utama partisipasi bermakna, yakni the right to be heard (hak untuk didengar), the right to be considered (hak untuk dipertimbangkan pendapatnya), dan the right to be explained (hak untuk mendapat penjelasan).
Tak hanya itu, Koalisi bahkan menyatakan Komisi III DPR telah memanipulasi prinsip partisipasi bermakna selama pembahasan revisi KUHAP. Koalisi lantas melaporkan sejumlah anggota Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan mengatakan sebanyak 11 anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang KUHAP dari unsur DPR dilaporkan lantaran diduga melanggar kode etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR maupun Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Adapun dalam UU MD3, setiap anggota dewan berkewajiban melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, dan menaati kode etik.
Fadhil menilai bahwa partisipasi publik secara bermakna adalah hak konstitusional, sekaligus juga diatur di dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Sejak proses yang kami lalui dari setidaknya dari Mei kemarin sampai dengan November ini, kami menilai proses pembahasan RUU KUHAP ini tidak sesuai dengan prinsip partisipasi bermakna,” kata Fadhil melalui sambungan telepon pada Senin, 17 November 2025.
Sejumlah anggota Komisi Hukum DPR yang diadukan ke MKD di antaranya Ketua Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman; Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi PKB, Mohammad Rano Alfath; dan Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Golkar Sari Yuliati. Sementara anggota lainnya yang dilaporkan adalah Safaruddin, Soedeson Tandra, Muhammad Rahul, Machfud Arifin, Hasbiallah Ilyas, Nasir Djamil, Endang Agustina, dan Hinca Ikara Putra Pandjaitan.






