Revisi KUHAP: Pengamatan Hakim Jadi Alat Bukti

KOMISI Hukum DPR dan pemerintah menyepakati perluasan jenis alat bukti dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Panitia Kerja Revisi KUHAP sepakat memasukkan pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam proses pembuktian perkara pidana.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Adapun usulan penambahan jenis alat bukti ini disebut berdasarkan masukan dari koalisi masyarakat sipil. Perluasan alat bukti nantinya termaktub dalam Pasal 222 huruf g Rancangan Undang-Undang KUHAP. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman berujar, alasan pengamatan hakim masuk sebagai alat bukti adalah untuk mendukung pengusutan tindak pidana yang kemungkinan terganjal pembuktian.

Menurut dia, dalam kasus-kasus tertentu, alat bukti konvensional sering kali sulit ditemukan. “Dalam tindak pidana tertentu terutama itu yang struktural, seperti kekerasan seksual terhadap anak, kadang-kadang itu alat bukti yang biasa sulit. Tapi bisa diyakini itu pelakunya. Kurang lebih begitu,” ucap Habiburokhman dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025. “Makanya kalau hakimnya yakin, ya, dihukum saja.”

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sepakat dengan perluasan alat bukti ini. Menurut Eddy, pengamatan hakim sebagai alat bukti sudah dilakukan di berbagai negara. “Kami setuju dengan pengamatan hakim, karena itu yang kalau kita lihat dalam alat bukti itu kan kita sudah tidak lagi menggunakan ‘petunjuk’,” kata Eddy.

Eddy menerangkan, dalam pembahasan KUHAP lama juga diakui bahwa ada kekeliruan penerjemahan istilah Belanda menjadi ‘petunjuk’. “Yang betul adalah memang pengamatan hakim, dan memang dalam hukum acara di berbagai negara itu pengamatan hakim masuk dalam alat bukti,” ujar Eddy.

Meski begitu, Eddy berkata bahwa pengamatan hakim tidak bisa berdiri sendiri sebagai alat bukti. Dalam pembentukan pengamatan itu, hakim harus mempertimbangkan pelbagai hal.

“Dia tidak bisa mandiri, dia lahir dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Itu sama Pak dengan pengamatan hakim itu sebetulnya seperti itu,” tutur Eddy.

“Jadi dia melihat dari persidangan, kemudian dari keterangan saksi, terdakwa, surat, dan ada alat bukti yang kita tambahkan di sini, itu pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam rangka memperkuat keyakinan hakim,” kata Eddy menegaskan kembali.

Setelah Eddy memberikan penjelasan terkait dengan pengamatan hakim itu dan pandangan anggota Komisi III DPR, Habiburokhman lantas meminta persetujuan anggota panja. “Oke? Setuju, ya?” ucap Habiburokhman sambil mengetuk palu tanda pengesahan. Dengan demikian, anggota panja telah sepakat untuk memuat aturan itu di dalam revisi KUHAP.

  • Related Posts

    Berita Terkini, Berita Hari Ini Indonesia dan Dunia | tempo.co

    Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan…

    Kapolda Riau hingga Papua Barat Terima Anugerah Bintang Bhayangkara Pratama

    Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menganugerahkan Bintang Bhayangkara Pratama kepada puluhan perwira tinggi (pati) Polri. Dari puluhan pati tersebut, 8 di antaranya menjabat kapolda. Penganugerahan tersebut berlangsung di…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *