ALIANSI Ciputat Melawan Impunitas (ACMI) akan berunjuk rasa menolak gelar pahlawan nasional Soeharto di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 14, November 2025. Anggota ACMI Ainul Yaqin mengatakan unjuk rasa rencananya akan diadakan hari ini namun diundur.
“Penundaan ini merupakan hasil keputusan bersama untuk memastikan kesiapan teknis dan perluasan partisipasi dari jaringan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu, 12 November 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
ACMI menyerukan aksi moral dan politik untuk menolak pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan. Pemberian gelar itu, kata ACMI, merupakan pengkhianatan terhadap sejarah, hukum, dan nurani bangsa.
Menurut ACMI, Soeharto adalah simbol kekuasaan yang menindas, pelaku pelanggaran HAM berat, dan lambang korupsi sistemik yang menjerat bangsa selama tiga dekade. Mengangkatnya sebagai pahlawan, kata ACMI, berarti mengubur kebenaran dan menormalisasi impunitas.
Penetapan gelar pahlawan nasional itu dibacakan oleh Sekretaris Militer Presiden, Wahyu Yudhayana, di Istana Negara, pada Senin, 10 November 2025. Sebanyak sepuluh nama yang mendapat gelar pahlawan nasional, pada 2025. Mereka adalah Soeharto; Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid; aktivis buruh yang dibunuh di masa Orde Baru, Marsinah; mantan Menteri Hukum Mochtar Kusumaatmadja; pendiri sekolah agama Islam perempuan pertama di Indonesia, Rahmah El Yunusiyyah.
Selanjutnya, mantan Komandan Resimen Para Komando TNI Angkatan Darat (RPKAD) Sarwo Edhie Wibowo; Raja Bima XIV, Nusa Tengara Barat, Sultan Muhammad Salahuddin; ulama asal Bangkalan, Jawa Timur, Syaikhona Muhammad Kholil; Raja Kerajaan Raya Simalungun ke-14, Sumatera Utara, Tuan Rondahaim Saragih Garingging; dan Raja Tidore, Sultan Zainal Abidin Syah.
Dalam pembacaan Keputusan Presiden tentang Penetapan Pahlawan Nasional 2025 itu, Soeharto dinilai berjasa dalam perjuangan kemerdekaan. Penguasa Orde Baru itu dianggap berjasa sebagai wakil komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Yogyakarta dan memimpin pelucutan senjata Jepang di Kotabaru, Yogyakarta, pada 1945.
Kepala Divisi Advokasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengatakan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto merupakan simbol kematian reformasi. Reformasi memiliki agenda mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Namun agenda reformasi terbukti gagal. Soeharto seharusnya tidak pantas mendapatkan gelar pahlawan nasional,” ujar dia dalam keterangan resmi, Senin, 10 November 2025.
Egi berkata Soeharto tidak pernah diadili atas dugaan kejahatan yang dilakukan. Penegakan hukum kejahatan korupsi yang Soeharto lakukan bersama kroni-kroninya tidak pernah dituntaskan.
Putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto mengatakan keluarga Soeharto tidak perlu membela diri mengenai tuduhan itu. Dia mengklaim masyarakat sudah semakin pintar untuk melihat jasa Soeharto.
“Saya rasa rakyat juga makin pintar. Jadi, bisa melihat apa yang Soeharto lakukan, dan bisa menilai sendiri ya. Kami tidak perlu membela diri atau bagaimana,” ujar dia usai Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2025.






