INFO NASIONAL – Tempat kelahiran Sang Proklamator Soekarno di Blitar, Jawa Timur, menjadi episentrum peringatan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada Sabtu, 1 November 2025. Kegiatan yang menjadi pusat perhatian dunia internasional ini dihadiri oleh para akademisi dan peneliti dari 32 negara. Mereka berkumpul di Auditorium Sukarno, Kompleks Makam Bung Karno.
Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri menjadi pembicara kunci dalam seminar internasional “Commemorative Seminar of the 70th Anniversary of the 1955 Bandung Asian–African Conference: Bung Karno in a Global History”. Megawati menyampaikan pandangannya tentang kondisi dunia yang bergejolak lewat pidato bertema “Membangun Dunia Baru Berbasis Pancasila dan Keadilan Global”.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Megawati menyerukan kepada warga dunia untuk membangun tatanan global baru yang berpijak pada nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan -sebuah cita-cita yang sudah digemakan oleh Bung Karno dalam Sidang Umum PBB tahun 1960 melalui pidato legendaris “To Build the World Anew”. “Dunia lama yang dibangun di atas kolonialisme dan imperialisme harus digantikan oleh dunia baru yang berkeadilan. Guna membangun dunia baru itu, Bung Karno mempersembahkan Pancasila untuk dunia,” ujar Megawati.
Pancasila bukan sekadar ideologi nasional, melainkan falsafah universal yang mampu menjembatani perbedaan ideologi, ras, maupun kepentingan ekonomi. Megawati menjelaskan secara spesifik peran Pancasila sebagai etika global. Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spirituil, hak individu dan tanggung jawab sosial, kedaulatan nasional dan solidaritas antarbangsa.
Di tengah krisis moral global, ketimpangan digital, dan konflik geopolitik yang berlarut, Megawati mengatakan, dunia membutuhkan nilai universal baru yang tidak berakar pada kekuasaan, melainkan kemanusiaan. “Tanpa dasar moral yang kuat, dunia akan terus diwarnai pertarungan hegemoni sebagaimana perang Rusia–Ukraina dan krisis di Timur Tengah,” kata Megawati. “Pancasila bisa menjadi etika global yang memuliakan martabat manusia dan menolak segala bentuk penindasan.”
Palestina Merdeka dan Reformasi PBB
Megawati lantas menyoroti isu Palestina dan pengakuan kedaulatan kemerdekaan secara mutlak. Dalam pidatonya yang penuh semangat dan refleksi historis, Megawati menegaskan semangat Dasa Sila Bandung yang lahir dari KAA 1955, belum sepenuhnya terwujud jika Palestina masih belum merdeka secara utuh. “Saya selalu bertanya kepada para pemimpin Asia-Afrika, apa yang telah dihasilkan dari Dasa Sila Bandung bagi negerimu? Banyak memang yang sudah merdeka. Tetapi kemerdekaan yang hakiki seperti yang diinginkan Bung Karno, apakah betul telah terlaksana?” ujar Megawati.
Dukungan terhadap Palestina bukanlah isu politis semata, melainkan moral dan kemanusiaan universal. “Palestina merdeka harus berdaulat, merdeka penuh. Tak perlu tawar-menawar,” ucap Megawati menegaskan. Pernyataan ini memperkuat posisi Indonesia yang konsisten membela Palestina di berbagai forum internasional, termasuk di PBB dan Global Civilization Dialogue di Beijing yang dihadiri Megawati pada Juli 2025.
Megawati menilai Konferensi Asia-Afrika bukan sekadar peristiwa diplomatik historis, melainkan manifesto moral dunia yang masih relevan hingga kini, terutama di tengah meningkatnya ketimpangan global, perang, dan krisis kemanusiaan. “KAA adalah simbol paling kuat dari visi internasional Bung Karno. Dunia harus kembali menghidupkan semangatnya untuk membangun tata dunia yang lebih adil dan berkelanjutan,” kata Megawati.
Megawati menyampaikan perlunya reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar benar-benar demokratis dan mewakili seluruh bangsa demi mewujudkan tatanan dunia yang adil. “Dengan falsafah Pancasila, Bung Karno menyerukan pentingnya demokratisasi di PBB dengan menghapuskan hak veto agar setiap bangsa benar-benar setara,” ujar Megawati.
Seruan ini sejalan dengan wacana reformasi Dewan Keamanan PBB yang kini menguat. Laporan United Nations Reform Agenda 2024 menyebutkan, lebih dari 70 negara anggota mendukung penghapusan atau pembatasan hak veto karena dianggap menghambat penyelesaian konflik kemanusiaan seperti di Gaza dan Ukraina.
Megawati melanjutkan, seruan Bung Karno “To Build the World Anew” hanya mungkin dilakukan jika dunia menempatkan nilai moral sebagai fondasi utama pembangunan dan kemajuan teknologi. “Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban,” kata Megawati yang mengenakan batik merah.
Kolonialisme Digital dan Tantangan AI
Tak hanya fokus pada politik global, Megawati mengingatkan bentuk penjajahan baru bernama kolonialisme digital. “Jika dulu penjajahan hadir dengan meriam dan kapal perang, kini ia datang melalui algoritma dan data,” ucap Megawati disambut tepuk tangan para delegasi.
Megawati menilai bahwa Artificial Intelligence (AI), big data, dan sistem ekonomi digital lintas batas telah melahirkan bentuk baru imperialisme global, di mana negara-negara maju menjadi pemilik dan pengendali data, sementara negara berkembang hanya menjadi pengguna algoritma.
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat (tengah) bersama delegasi negara-negara Asia-Afrika berfoto bersama dalam seminar internasional puncak peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 November 2025. Dok. PDIP
Megawati menyerukan pentingnya “a new global ethics”, yakni etika global baru untuk menata kekuasaan dalam ranah teknologi dan informasi. Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban.
Megawati mengatakan, Pancasila dapat menjadi pedoman etika global di era digital karena mampu menyeimbangkan antara hak individu dan tanggung jawab sosial.
Dalam bagian akhir pidatonya, Megawati melontarkan gagasan besar yang menuai perhatian luas, yakni pembentukan “Konferensi Asia–Afrika Plus” atau Asia–Africa Plus Conference, sebuah forum baru yang melibatkan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Forum ini dapat menjadi wadah permanen kerja sama negara-negara selatan dalam membangun masa depan bersama yang bebas dari ketimpangan ekonomi dan hegemoni teknologi.
“Jika pada 1955 Bung Karno dan para pemimpin dunia ketiga mampu mengguncang tatanan kolonial, maka pada abad ke-21 kita juga mampu mengguncang tatanan digital dan ekonomi yang tidak adil,” kata Megawati berapi-api.
Data Bank Dunia (2025) mencatat sebanyak 84 negara Global South menampung lebih dari 75 persen populasi dunia, tetapi hanya menguasai 37 persen PDB global. “Asia, Afrika, dan Amerika Latin perlu membangun arsitektur baru ekonomi dan teknologi global yang lebih setara,” ucap Megawati. “Dunia tidak butuh dominasi baru, tetapi moralitas baru. Moralitas yang berpihak kepada manusia.”
Rangkaian peringatan 70 tahun KAA di Blitar ditutup dengan refleksi yang dalam. Megawati menabur bunga dan berdoa di pusara Bung Karno. Di sekeliling makam, berjejer karangan bunga dari berbagai negara, antara lain Brasil, Jerman, Rusia, India, hingga Tiongkok. Masing-masing bertuliskan ucapan penghormatan atas warisan Bung Karno bagi perdamaian dunia.
Ziarah ini menjadi simbol bahwa gagasan Bandung 1955 tetap hidup, bukan hanya di Indonesia, namun juga di hati bangsa-bangsa yang dulu pernah berjuang bersama melawan kolonialisme. (*)






