Menag: Pesantren harus kembangkan tradisi intelektual berbasis turats

Menag: Pesantren harus kembangkan tradisi intelektual berbasis turats

  • Sabtu, 4 Oktober 2025 14:09 WIB
  • waktu baca 3 menit
Menag: Pesantren harus kembangkan tradisi intelektual berbasis turats
Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka Halaqah Internasional di Pesantren As’adiyah Pusat Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. ANTARA/HO-Kemenag

Jakarta (ANTARA) – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan pesantren harus mengembangkan tradisi intelektual kritis berbasis turats lewat pendekatan multidisipliner, mulai dari semantik, filologi, hingga antropologi, agar khasanah klasik itu tetap hidup dan relevan.

“Tidak semua kitab kuning bisa disebut turats. Kitab turats adalah karya yang ditulis oleh ulama mumpuni, yang menghayati filosofi dasar Al Quran dan hadis, serta mampu mengangkat martabat kemanusiaan dan mendekatkan diri kepada Allah,” ujar Menag Nasaruddin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Pernyataan itu disampaikan Menag Nasaruddin saat membuka Halaqah Internasional di Pesantren As’adiyah Pusat Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Forum ini mengangkat tema “Transformasi Sosio-Ekologis dan Solusi Epistemologis Berbasis Turats”.

Menag mengingatkan pentingnya cara membaca yang komprehensif sebagaimana diperintahkan Al Quran.

Ia menjelaskan bahwa ada tiga objek utama bacaan bagi setiap Muslim, khususnya para santri yakni membaca alam semesta (makro kosmos), membaca ayat-ayat yang merasuk dalam diri manusia (mikro kosmos), dan membaca kitab suci Al Quran (wahyu).

“Yang pertama adalah membaca alam semesta, yang kedua adalah membaca ayat-ayat yang merasuk dalam diri manusia, dan yang ketiga adalah membaca kitab suci Al Quran,” ujar Nasaruddin.

Menurut dia, kata iqra’ tidak sekadar berarti melafalkan huruf, tetapi juga menghimpun. Seperti pohon yang menghimpun akar, batang, daun, dan buah atau manusia yang menghimpun seluruh unsur makro kosmos dalam dirinya.

“Himpunan yang paling sempurna adalah manusia. Oleh karena itu, Ibnu Arabi menyebut bahwa sejatinya makro kosmos itu manusia, bukan alam semesta,” katanya.

Baca juga: Menag buka MQK Internasional pertama yang diikuti perwakilan 10 negara

Namun demikian, Menag menegaskan pesantren jangan berhenti pada bacaan tekstual semata.

Ia mengatakan Al Quran harus dipahami tidak hanya sebagai kitabullah (petunjuk bagi seluruh manusia), tetapi juga sebagai kalamullah (firman Allah yang hanya bisa diakses melalui ketaqwaan dan kedalaman spiritual).

“Jangan kita bangga hanya karena hafal Al Quran atau mampu menafsirkannya. Di atas langit masih ada langit. Masih ada lapisan terdalam, yakni haqaiq Al Quran,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.

Ia kemudian mengurai empat tingkatan bacaan Alquran yakni teks Al Quran, isyarat Al Quran, lathaif Al Quran, dan haqaiq Al Quran.

Menag juga mengingatkan bahwa membaca dalam Islam tidak boleh dipersempit hanya pada dimensi tekstual. Tradisi iqra’ harus ditopang oleh kesadaran kritis terhadap realitas sosial dan ekologis, dengan turats sebagai basis epistemologisnya.

“Al Quran itu bukan sekadar informasi, tetapi juga konfirmasi. Membaca Al Quran berarti membaca alam, membaca diri, lalu mengkonfirmasikan semuanya dengan wahyu. Itulah tradisi ilmiah pesantren yang harus terus dikembangkan,” kata Nasaruddin.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno menekankan pentingnya kontekstualisasi maqashid al-syariah agar agama selalu relevan dengan zaman.

Ia menyoroti bab thaharah dalam fikih yang sering dipahami sempit, padahal sejatinya mengandung pesan ekologis.

“Menjaga air adalah bagian dari thaharah. Itu artinya menjaga kebersihan dan lingkungan juga ibadah. Inilah bentuk ekoteologi, membaca kehidupan dan alam dengan Al Quran sekaligus ditopang pemahaman turats,” katanya.

Baca juga: Menag ungkap harapan ajang MQK jadi pemicu umat perdalam kitab kuning

Suyitno menegaskan pesantren memiliki peran strategis dalam melahirkan fikih yang responsif terhadap isu-isu modern, termasuk krisis lingkungan.

“Dengan turats sebagai fondasi dan realitas sebagai ladang praksis, halaqah ini diharapkan melahirkan gagasan yang dapat menjadi rujukan kebijakan publik,” katanya.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Pemprov Kepri siapkan langkah strategis perkuat pencegahan korupsi

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Pemprov Kepri siapkan langkah strategis perkuat pencegahan korupsi Selasa, 14 Oktober 2025 20:55 WIB waktu baca 2 menit…

    Angin kencang di Jember rusak 20 rumah, BPBD mulai salurkan bantuan – ANTARA News

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Komentar Kirim Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE. Berita Terkait Video Angin kencang robohkan bambu hingga tewaskan…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *