Tambang rakyat, dari legalitas menuju kesejahteraan

Telaah

Tambang rakyat, dari legalitas menuju kesejahteraan

  • Oleh Abdul Hakim
  • Senin, 8 September 2025 07:29 WIB
  • waktu baca 5 menit
Tambang rakyat, dari legalitas menuju kesejahteraan
Warga menambang material yang diduga mengandung emas di kawasan perbukitan Sekotong, Lombok Barat, NTB, Rabu (9/7/2025). Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat dengan berencana membuat legalitas sejumlah kawasan perbukitan Sekotong sebagai tambang rakyat ramah lingkungan tanpa menggunakan merkuri melalui sistem kelola dibawah kendali koperasi. (ANTARA FOTO/Dhimas Budi Pratam/sgd/wpa.)

Mataram (ANTARA) – Pertambangan selalu menghadirkan paradoks. Di satu sisi, ia menjanjikan kemakmuran dengan kontribusi besar terhadap ekonomi daerah. Di sisi lain, ia meninggalkan luka ekologis dan sosial yang sulit disembuhkan.

Dari Afrika hingga Amerika Latin, dari Kalimantan hingga Papua, dilema itu serupa, yakni tambang rakyat sering kali berdiri di persimpangan antara kebutuhan ekonomi jangka pendek dan keberlanjutan hidup generasi mendatang.

Di Indonesia, Undang-Undang Minerba mencoba menawarkan jalan tengah melalui Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Legalitas ini diharapkan menjadi pintu resmi bagi masyarakat mengelola tambang skala kecil secara aman, adil, dan berkeadilan. Namun, pertanyaan penting muncul, apakah legalisasi cukup untuk menjamin keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan lingkungan?

Pertanyaan itu kini menemukan relevansinya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebanyak 13 koperasi dari Lombok Barat, Sumbawa, Dompu, hingga Kabupaten Bima mengajukan IPR melalui sistem online single submission (OSS) maupun jalur manual.

Momentum ini terlihat menjanjikan. Tambang rakyat yang selama ini kerap berjalan dalam bayang-bayang ilegal mulai masuk ke ranah legal, tetapi pengalaman panjang di berbagai daerah mengingatkan kita bahwa legalitas bisa menjadi topeng baru jika tanpa pengawasan ketat dan tata kelola yang sehat.

Tambang memang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi NTB. Pada Triwulan I 2025, kontribusinya sekitar 16 persen terhadap struktur ekonomi, meski menurun dari 21,1 persen di triwulan sebelumnya.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Penjual Ayam Geprek di Makassar Digeruduk gegara Masalah Limbah-Parkir

    Makassar – Penjual ayam geprek di Jalan Toddopuli, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama James (38) digeruduk tetangganya. Tetangga James menilai usaha ayam geprek milik James meresahkan karena bau limbah hingga…

    Pengacara Hilang 20 Hari Ditemukan Dikubur di Hutan Cilacap, Diduga Dibunuh

    Cilacap – Seorang pengacara bernama, Aris Munadi, dilaporkan hilang sejak 22 November lalu. Aris lalu ditemukan tewas dan dikubur secara tidak wajar di kawasan hutan jati Desa Kubangkangkung, Kawunganten, Cilacap.…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *