Beras oplosan dan pentingnya pengawasan atas hak konsumen

Telaah

Beras oplosan dan pentingnya pengawasan atas hak konsumen

  • Oleh Entang Sastraatmadja*)
  • Senin, 21 Juli 2025 05:11 WIB
  • waktu baca 5 menit
Beras oplosan dan pentingnya pengawasan atas hak konsumen
Petugas memeriksa kualitas beras premium saat inspeksi mendadak (sidak) antisipasi beras oplosan di Pasar Panorama Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025). Sidak yang dilakukan oleh Disperindag Kabupaten Bandung Barat, DKPP Kabupaten Bandung Barat, Bulog Cabang Bandung dan Satreskrim Polres Cimahi tersebut bertujuan untuk memeriksa kualitas beras serta mengantisipasi adanya beras oplosan yang merugikan masyarakat. ANTARA FOTO/Abdan Syakura/agr/pri.

Jakarta (ANTARA) – Isu pengoplosan beras kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian luas berbagai kalangan.

Praktik ini tak hanya memicu keresahan publik, tetapi juga mendorong respons serius dari para pemangku kebijakan.

Komisi IV DPR RI bahkan berencana memanggil Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk menjelaskan secara langsung pernyataannya terkait maraknya dugaan pengoplosan beras oleh oknum pengusaha dan pedagang.

Pemerintah tampaknya tidak tinggal diam. Satuan Tugas (Satgas) Pangan bergerak cepat memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat langsung.

Langkah ini patut diapresiasi sebagai bentuk keseriusan negara dalam menjaga mutu dan keamanan pangan masyarakat. Karena sejatinya, pengoplosan beras bukanlah sekadar pelanggaran dagang semata tetapi bentuk pengingkaran terhadap keadilan dan kemanusiaan.

Semua pihak perlu memahami bahwa tindakan semacam ini berdampak sangat luas. Dalam konteks yang lebih besar, pengoplosan beras dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi konsumen untuk mendapatkan pangan yang layak dan aman.

Tindakan ini menimbulkan kerugian besar, baik secara ekonomi maupun sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang selama ini mengandalkan beras sebagai kebutuhan pokok sehari-hari.

Pengoplosan beras merupakan praktik mencampur beras dari berbagai jenis atau kualitas yang berbeda demi tujuan tertentu, biasanya untuk meraih keuntungan dengan cara menurunkan biaya produksi.

Misalnya, mencampur beras premium dengan beras kualitas rendah, atau beras lokal dengan beras impor. Implikasi dari praktik ini sangat serius.

Pertama, kualitas beras yang beredar di masyarakat menjadi tidak terjamin. Konsumen bisa saja membeli beras dengan harga tinggi, tetapi mendapatkan produk yang jauh dari ekspektasi.

Kedua, praktik ini secara perlahan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem distribusi dan perdagangan pangan. Ketiga, pengoplosan berdampak pada fluktuasi harga pasar yang bisa merugikan petani dan pelaku usaha yang jujur.

Motivasi di balik praktik ini pun cukup kompleks. Di satu sisi, pelaku pengoplosan ingin meningkatkan margin keuntungan. Di sisi lain, mereka juga memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan dan celah regulasi.

Kejahatan serius

Setidaknya ada lima alasan umum yang mendorong pengoplosan yakni keinginan meraih laba besar, menekan ongkos produksi, meningkatkan volume penjualan, menghindari kerugian dari stok lama, dan memanfaatkan kelengahan sistem pengawasan.

Namun, berapa pun banyaknya alasan yang disampaikan, tetap saja dampaknya tidak bisa dibenarkan. Kerugian yang ditanggung masyarakat sangat besar.

Pengoplosan beras bukan hanya sekadar pelanggaran etika dagang, tetapi dapat berujung pada kerugian kesehatan, turunnya gizi keluarga, dan rusaknya struktur ekonomi pangan negeri ini.

Maka, pengoplosan beras sejatinya adalah tindakan tak berperikemanusiaan, dan harus diperlakukan sebagai kejahatan serius.

Kementerian Pertanian melalui Satgas Pangan kini tengah mendalami dugaan pengoplosan beras jenis SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang dijual sebagai beras premium.

Menurut pernyataan Menteri Amran, ditemukan indikasi bahwa sejumlah kios hanya menjual 20 persen beras SPHP, sementara 80 persen lainnya dioplos lalu dijual dengan harga lebih tinggi.

Fakta ini menegaskan bahwa praktik culas ini telah berlangsung sistemik, dan perlu dihadapi dengan langkah tegas dan komprehensif.

Meski demikian, harapan selalu ada. Semua pihak dapat mengambil bagian dalam mencegah penyebaran beras oplosan.

Ada beberapa langkah sederhana namun penting yang bisa dilakukan masyarakat.

Pertama, periksa kualitas beras sebelum membeli. Perhatikan warna, tekstur, dan aromanya. Kedua, pilih beras dari sumber terpercaya seperti petani lokal atau toko beras dengan reputasi baik.

Selanjutnya, konsumen juga perlu mencermati label informasi pada kemasan beras, termasuk jenis, asal-usul, dan klasifikasi kualitasnya.

Pastikan juga bahwa produk yang dibeli memiliki sertifikasi resmi dari lembaga yang kredibel, seperti sertifikasi halal atau standar mutu pangan dari BPOM.

Ekosistem sehat

Jika ada kecurigaan terhadap praktik pengoplosan, segera laporkan ke pihak berwenang. Respons masyarakat terhadap praktik semacam ini sangat menentukan dalam membentuk ekosistem pangan yang sehat dan adil.

Langkah lain yang tak kalah penting adalah mendukung petani lokal. Membeli langsung dari petani atau koperasi tani membantu memperpendek rantai distribusi, memastikan kualitas beras yang dikonsumsi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Edukasi kepada konsumen pun tak kalah krusial. Masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang ciri-ciri beras oplosan dan risiko yang ditimbulkan jika mengonsumsinya secara terus-menerus.

Satgas Pangan Kementan, tentu saja telah memiliki strategi dan instrumen pengawasan.

Namun, kolaborasi masyarakat akan sangat memperkuat upaya ini. Semua pihak tidak boleh membiarkan tindakan merugikan semacam ini berkembang menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah.

Tindakan tegas, edukasi berkelanjutan, serta pengawasan ketat adalah kombinasi yang perlu terus dikuatkan.

Masalah pengoplosan beras adalah cermin bahwa sistem pangan kita belum sepenuhnya terlindungi dari praktik curang. Namun, ini juga menjadi kesempatan emas bagi kita untuk memperbaiki sistem tersebut.

Mulai dari hulu yakni petani dan produksi, hingga hilir yakni distribusi dan konsumsi, semua harus diatur dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan keberlanjutan.

Menjaga integritas sistem pangan sama artinya dengan menjaga masa depan bangsa. Karena dari pangan yang bersih, sehat, dan adil, akan lahir generasi yang kuat dan berdaya saing.

Maka pengawasan dan penindakan terhadap beras oplosan bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, melainkan panggilan nurani semua sebagai warga negara yang peduli pada sesama.

Semoga langkah-langkah yang kini ditempuh menjadi awal dari tata niaga beras yang lebih bersih dan berkeadilan.

Sebab di balik sebutir nasi yang dikonsumsi keluarga, tersimpan tanggung jawab besar terhadap martabat manusia.

*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Drawing China Open 2025: Wakil Indonesia hadapi lawan tangguh

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Bulu tangkis Drawing China Open 2025: Wakil Indonesia hadapi lawan tangguh Senin, 21 Juli 2025 13:21 WIB waktu…

    Minim akses dokter gigi perparah stunting dan bayi BBLR di Lombok

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Minim akses dokter gigi perparah stunting dan bayi BBLR di Lombok Senin, 21 Juli 2025 13:10 WIB waktu…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *