
Persetujuan pemerintah China jadi prinsip dasar lindungi Buddha Hidup
- Rabu, 2 Juli 2025 06:25 WIB
- waktu baca 6 menit

Beijing (ANTARA) – Persetujuan dari Pemerintah China menjadi prinsip dasar dan perlindungan hukum bagi reinkarnasi para Buddha Hidup agung.
Dalam sistem reinkarnasi Buddhis Tibet, tiga prinsip dasar, yakni “pencarian di dalam wilayah China, pengundian dari guci emas, dan persetujuan dari pemerintah pusat,” membentuk kerangka kerja suksesi yang komprehensif dan tepat. Sistem ini berfungsi sebagai perlindungan vital bagi persatuan nasional, solidaritas etnis, dan ketertiban yang layak dalam Buddhisme Tibet.
Di antara ketiga prinsip tersebut, “persetujuan dari pemerintah pusat” merupakan langkah terakhir sekaligus paling esensial dalam sistem ini. Bukan sekadar formalitas administratif, prinsip ini mengandung logika historis mendalam, landasan hukum, serta signifikansi praktis. Prinsip ini sangat penting untuk memastikan proses reinkarnasi yang tertib, serta untuk menjaga stabilitas sosial dan perdamaian yang berkelanjutan.
Manifestasi Vital bagi Kedaulatan Nasional
Urusan keagamaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam tata kelola negara, dan pengelolaan urusan Buddhisme Tibet adalah tanggung jawab utama pemerintah pusat. Dari perspektif politik, prinsip “persetujuan pemerintah pusat” menegaskan sifat kenasionalan dari proses reinkarnasi, yang memasukkan urusan keagamaan ke dalam kerangka tata kelola negara.
Dalam sejarah, pemerintah pusat China secara turun-temurun mengelola urusan reinkarnasi melalui langkah-langkah seperti pemberian gelar kepada para Buddha Hidup yang berpengaruh serta menetapkan mekanisme regulasi.
Pada 1793, pemerintah Dinasti Qing menerbitkan “Peraturan yang Disetujui Kaisar untuk Tata Kelola Tibet yang Lebih Baik (Peraturan 29 Pasal),” dengan pasal pertamanya secara eksplisit menetapkan bahwa reinkarnasi para Buddha Hidup harus mengikuti prosedur “pengundian dari guci emas,” serta menegaskan kewenangan persetujuan pemerintah pusat atas proses reinkarnasi tersebut.
Pada 1936, pemerintah Republik China mengeluarkan “Peraturan tentang Reinkarnasi Lama,” yang mewajibkan bahwa reinkarnasi para Buddha Hidup agung harus dilaporkan kepada pemerintah pusat sebelum dilanjutkan dengan konvensi historis, pencarian berdasarkan ritual keagamaan tradisional, upacara pengundian guci emas, dan persetujuan akhir dari pemerintah pusat.
Sejak berdirinya Republik Rakyat China, reinkarnasi para Buddha Hidup dalam Buddhisme Tibet telah dikelola oleh pemerintah di berbagai tingkatan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada 1959, reformasi demokratis menghapus sistem perbudakan feodal di bawah teokrasi di Xizang. Reformasi ini membebaskan institusi reinkarnasi dan membuka era baru dalam sejarahnya.
Sejak 1949, China telah berhasil mengawasi proses reinkarnasi beberapa Buddha Hidup terkemuka, termasuk Buddha Hidup Karmapa ke-16, Panchen Erdeni ke-10, dan Bupati Reting Rinpoche keenam. Hingga 2024, sebanyak 93 reinkarnasi baru Buddha Hidup telah dikukuhkan setelah melalui persetujuan pemerintah.
Prinsip persetujuan pemerintah pusat bukanlah persyaratan yang dipaksakan dari luar, melainkan kebutuhan inheren bagi perkembangan sistem reinkarnasi itu sendiri, sebuah perlindungan penting untuk menjaga ketertiban keagamaan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Reinkarnasi para Buddha Hidup sama sekali bukan semata-mata urusan keagamaan internal; sebaliknya, reinkarnasi para Buddha Hidup mencerminkan konvergensi antara kedaulatan nasional, kewenangan negara, doktrin religius, dan aspirasi para pemeluk. Setiap campur tangan atau intervensi dari kekuatan eksternal merupakan bentuk provokasi terhadap kedaulatan China.
Menjaga Persatuan Nasional dan Stabilitas Sosial
Xizang merupakan sebuah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah China, dan sistem reinkarnasi Buddha Hidup, sebagai metode suksesi yang unik dalam Buddhisme Tibet, sangat penting bagi keamanan nasional dan stabilitas sosial. Membiarkan kekuatan lokal atau asing campur tangan dalam urusan reinkarnasi akan menimbulkan ancaman langsung terhadap persatuan nasional China.
Konfirmasi pemerintah pusat terhadap reinkarnasi secara fundamental memastikan bahwa proses reinkarnasi tetap berada di dalam kerangka hukum dan kebijakan negara, mencegah upaya apa pun untuk mengeksploitasi sistem tersebut guna memecah belah negara atau merusak kesatuan etnis. Hanya dengan menjunjung tinggi prinsip “persetujuan pemerintah pusat”, suksesi para Buddha Hidup dapat secara konsisten selaras dengan kepentingan nasional maupun kepentingan fundamental mayoritas umat beragama.
Selain itu, persetujuan dari pemerintah pusat mencerminkan komitmen pemerintah China dalam menerapkan kebijakan kebebasan beragama.
Dengan mengelola reinkarnasi sesuai dengan undang-undang dan peraturan, pemerintah pusat tidak hanya menghormati adat istiadat tradisional dan ritual keagamaan dalam Buddhisme Tibet, tetapi juga melindungi hak-hak dan kepentingan sah para pemeluk agama, serta memupuk terciptanya harmoni dalam hubungan keagamaan.
Upacara pengundian guci emas pada awalnya dibentuk secara khusus untuk mencegah aristokrat Mongolia dan Tibet mengeksploitasi reinkarnasi untuk merebut kekuasaan religius. Saat ini, persetujuan dari pemerintah pusat berfungsi sebagai garis pertahanan yang sangat penting dalam perjuangan melawan kelompok separatis.
Model tata kelola ini tidak hanya menghormati tradisi keagamaan, tetapi juga mempertahankan keamanan politik nasional.
Pernyataan Hukum atas Tata Kelola Urusan Keagamaan dalam Negara Modern
Sepanjang sejarah dan di berbagai belahan dunia, setiap negara, tanpa terkecuali, mengelola urusan keagamaannya sesuai hukum yang berlaku. Saat ini, urusan yang berkaitan dengan reinkarnasi Buddha Hidup dilaksanakan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku di China.
Regulasi tentang Urusan Keagamaan telah menetapkan format hukum terkait kewenangan persetujuan untuk reinkarnasi Buddha Hidup dalam Buddhisme Tibet.
Peraturan tersebut menetapkan bahwa suksesi Buddha Hidup dalam Buddhisme Tibet, di bawah bimbingan organisasi-organisasi Buddhis, harus dilaksanakan sesuai dengan ritual keagamaan dan konvensi historis, serta harus dilaporkan dan disetujui oleh departemen urusan keagamaan pemerintah rakyat di tingkat provinsi atau yang lebih tinggi, atau oleh pemerintah rakyat daerah setingkat provinsi atau yang lebih tinggi.
Pasal 9 dari Peraturan tentang Pengelolaan Reinkarnasi Buddha Hidup dalam Buddhisme Tibet menetapkan bahwa setelah mendapatkan pengakuan reinkarnasi Buddha Hidup, kasus harus dilaporkan dan disetujui oleh departemen urusan keagamaan pemerintah rakyat di tingkat provinsi atau daerah otonom. Bagi kasus yang memiliki pengaruh signifikan di kalangan komunitas Buddhis, persetujuan harus diperoleh dari pemerintah rakyat tingkat provinsi atau daerah otonom.
Bagi kasus yang memiliki pengaruh besar, persetujuan harus diperoleh dari Administrasi Urusan Keagamaan Nasional China. Sementara bagi kasus yang memiliki pengaruh sangat besar, persetujuan harus diperoleh dari Dewan Negara China.
Reinkarnasi Buddha Hidup yang telah disetujui oleh departemen urusan keagamaan pemerintah rakyat di tingkat provinsi atau daerah otonom, atau oleh pemerintah daerah tingkat provinsi atau daerah otonom, harus didaftarkan kepada Administrasi Urusan Keagamaan Nasional China.
Selama bertahun-tahun, kelompok Dalai secara terus mengadvokasi gagasan “kemerdekaan Tibet”, yang berupaya menyangkal kewenangan mutlak pemerintah pusat atas reinkarnasi Buddha Hidup.
Melalui ketentuan hukum dan rancangan institusional, pemerintah pusat telah menetapkan secara jelas prosedur yang tidak dapat diubah dalam reinkarnasi Buddha Hidup, yaitu pencarian di dalam wilayah China, pengundian dari guci emas, dan persetujuan dari pemerintah pusat. Ketentuan ini secara fundamental telah menghilangkan ruang bagi kekuatan separatis untuk memanipulasi urusan keagamaan.
Sejak penempatan guci emas di hadapan patung Buddha di Kuil Jokhang pada 1793 hingga persetujuan resmi oleh Dewan Negara China atas Panchen Erdeni ke-11 pada 1995, prinsip “persetujuan oleh pemerintah pusat” telah bertahan selama tiga abad. Sebagai komponen inti dalam sistem reinkarnasi Buddha Hidup dalam Buddhisme Tibet, persetujuan dari pemerintah pusat merupakan pilihan historis sekaligus keniscayaan zaman.
Sistem ini berakar kuat dalam pola historis China sebagai negara kesatuan multietnis, memenuhi kebutuhan praktis untuk stabilitas dan keamanan jangka panjang negara, serta mencerminkan kearifan politik Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) dan pemerintah China dalam menangani isu-isu keagamaan. Logika pemerintahan bahwa kekuatan politik berada di atas otoritas keagamaan, dan hukum nasional di atas aturan religius, memberikan acuan bagi negara-negara multietnis dalam mengelola urusan keagamaan.
Seiring dengan kemajuan menuju kebangkitan besar bangsa China, prinsip persetujuan pemerintah pusat akan terus memainkan peran yang tak tergantikan dalam menjaga kesatuan nasional, solidaritas etnis, dan harmoni antarumat beragama. Selain itu, prinsip ini juga akan memberikan kontribusi kearifan China dalam tata kelola keagamaan global.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
China akan bentuk IDSEA
- 14 jam lalu
Rekomendasi lain
Pegawai Bea Cukai, berapa gaji dan tunjangannya?
- 11 Oktober 2024
Tujuan pernikahan dalam Islam
- 30 Juli 2024
Skuad Timnas sepak bola putri Indonesia di Piala AFF 2024
- 3 Desember 2024
Mengenal bank-bank BUMN dan perannya dalam ekonomi nasional
- 26 Februari 2025
Cek saldo minimum tabungan bank Mandiri, BRI, dan BNI tahun 2025
- 6 Februari 2025
Berapa biaya yang diperlukan untuk tinggal di Malaysia?
- 8 Oktober 2024