
Pemerintah kampanyekan kembali gerakan penurunan kekerasan anak
- Kamis, 19 Juni 2025 15:23 WIB
- waktu baca 2 menit

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengampanyekan kembali gerakan nasional penurunan kekerasan terhadap anak merespons peningkatan kasus pelanggaran hak anak di Indonesia.
“Sekarang kita sedang menggaungkan lagi dalam rangka mengingatkan semua pihak, pentingnya bergerak bersama untuk menjawab isu terkait dengan kekerasan seksual, tidak hanya kekerasan seksual, tetapi kekerasan anak secara umum, jadi kita menyebutnya sebagai gerakan nasional penurunan kekerasan terhadap anak,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum di Jakarta, Kamis.
Woro menyoroti berbagai kasus yang terjadi di media massa maupun media sosial tentang kekerasan terhadap anak yang terus meningkat setiap hari. Untuk itu, pemerintah terus menyusun berbagai peraturan, termasuk salah satunya Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Anak dalam Ekosistem Digital (PP Tunas) yang saat ini tengah disusun Surat Keputusan Bersama (SKB)-nya.
Baca juga: Keluarga tangguh jadi kunci cegah kekerasan perempuan dan anak
“PP Tunas itu kan untuk tata kelola penyelenggara sistem elektronik dalam rangka pelindungan anak di ranah digital, itu sudah ada semuanya, tetapi ternyata masih muncul juga kekerasan terhadap anak,” ujar dia.
Selain mengampanyekan kembali gerakan nasional penurunan kekerasan terhadap anak dan menyusun SKB dari PP Tunas, pemerintah juga terus mengadvokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk memfasilitasi pembiayaan korban kekerasan, yang selama ini belum menjadi perhatian khusus.
“Dari sisi pembiayaan, pada saat ada korban, ternyata belum masuk dalam BPJS, karena kalau kekerasan itu tidak masuk di dalam BPJS, ini juga masih menjadi tantangan. Kemudian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) itu selama ini punya dana alokasi khusus (DAK) untuk memberikan biaya visum dan sebagainya, tetapi di tahun 2025 sudah dihapus DAK-nya, itu yang menjadi tantangan kita dari sisi pelayanan,” paparnya.
Baca juga: KPAI kecam orang tua yang lakukan kekerasan dan penelantaran anak
Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan seksual jenis kekerasan tertinggi di tanah air
Ia menegaskan pentingnya mengedukasi para orang tua dan seluruh masyarakat untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dan meningkatkan kesadaran secara masif tentang pentingnya melindungi hak-hak anak.
“Orang tua, pendidik, dan segala macam itu sangat perlu kita berikan semacam awareness secara masif. Jadi, memang kerjanya harus kerja bersama, karena tidak bisa hanya pemerintah, masyarakat harus kita libatkan, begitupun dunia usaha. Seringkali, banyak konten yang dimunculkan oleh teman-teman dari dunia usaha itu juga mendorong terjadinya kekerasan,” tuturnya.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Rekomendasi lain
10 film bioskop terbaru beserta sinopsisnya
- 28 Oktober 2024
Cara mudah daftar jadi pangkalan resmi gas elpiji 3kg
- 3 Februari 2025
Lirik lagu “Halo Halo Bandung” karya Ismail Marzuki
- 1 Agustus 2024
Jumlah keuskupan di Indonesia dan nama-nama uskup
- 27 Agustus 2024