PwC: Adopsi AI bisa tambah 15 poin persentase ke PDB global pada 2035

PwC: Adopsi AI bisa tambah 15 poin persentase ke PDB global pada 2035

  • Selasa, 17 Juni 2025 09:20 WIB
  • waktu baca 3 menit
PwC: Adopsi AI bisa tambah 15 poin persentase ke PDB global pada 2035
Logo OpenAI (Ilsutrasi – Logo OpenAI. ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic/am.)

Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam dan tenaga kerja muda yang melimpah, perlu berupaya memaksimalkan peluang di domain yang paling berkontribusi terhadap perekonomiannya

Jakarta (ANTARA) – PricewaterhouseCoopers (PwC), salah satu firma akuntansi global, mengungkapkan bahwa adopsi kecerdasan artifisial (AI) secara luas dapat menambah hingga 15 poin persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) global pada 2035.

Angka ini setara dengan peningkatan satu poin persentase per tahun terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, sebanding dengan dampak revolusi industri pada abad ke-19.

“Seiring dengan transformasi struktur ekonomi, besarnya nilai akan datang dari organisasi yang dapat menghubungkan titik-titik di seluruh batas industri tradisional. Para pemimpin bisnis dapat memicu pertumbuhan besar dengan fokus pada kebutuhan pelanggan yang terus berkembang dan penggunaan teknologi, ” kata PwC Chairman Mohamed Kande, mengutip laporan yang bertajuk Value in Motion di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan peningkatan tersebut tidak hanya bergantung pada kapabilitas teknis AI, tetapi juga pada penerapan yang bertanggung jawab dan kepercayaan masyarakat terhadap teknologi tersebut. PwC menyebut bahwa kemampuan organisasi dalam mengintegrasikan AI secara lintas industri akan menentukan besarnya nilai ekonomi yang bisa diperoleh.

Laporan Value in Motion menunjukkan bahwa perkembangan dividen global tidak hanya dijamin oleh AI, tetapi juga bergantung pada faktor lain di samping keberhasilan teknis. Faktor-faktor tersebut termasuk penerapan yang bertanggung jawab, tata kelola yang transparan, serta kepercayaan dari publik.

Analisis PwC menunjukkan bahwa tekanan bagi bisnis untuk berinovasi berada pada tingkat tertinggi yang terlihat dalam 25 tahun terakhir di 17 sektor dari 22 sektor global, dengan pendapatan sebesar 7,1 triliun dolar AS yang akan berpindah antar perusahaan pada tahun 2025 saja, bahkan sebelum peningkatan tarif global baru-baru ini.

Selain itu, laporan ini mengungkapkan bagaimana selama dekade berikutnya, industri bakal mengatur ulang guna memenuhi kebutuhan manusia dengan cara baru. Misalnya, munculnya kendaraan listrik membawa penyedia listrik, produsen baterai, perusahaan teknologi.

Meski demikian, pertumbuhan ini dibayangi oleh risiko perubahan iklim. PwC memperingatkan bahwa risiko fisik akibat perubahan iklim dapat membuat ekonomi global hampir 7 persen lebih kecil pada 2035. Meningkatnya penggunaan energi dari pusat data AI pun menjadi perhatian, meskipun dapat diimbangi oleh inovasi efisiensi energi yang dihasilkan AI itu sendiri.

Terdapat penyeimbang untuk dividen produktivitas yang didorong oleh AI, seperti model pertumbuhan intensif karbon yang telah lama mendorong pembangunan global telah mengubah iklim dengan cara yang mulai memengaruhi kesehatan ekonomi.

Di tingkat lokal, PwC mendorong Indonesia untuk mengambil peran aktif dalam transformasi ini. PwC Indonesia Territory Senior Partner Eddy Rintis mengatakan Indonesia perlu memanfaatkan potensi domain lintas industri yang relevan dengan kekuatan ekonomi nasional.

“Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam dan tenaga kerja muda yang melimpah, perlu berupaya memaksimalkan peluang di domain yang paling berkontribusi terhadap perekonomiannya. Dunia usaha di Indonesia juga perlu mengikuti langkah ini dengan menghubungkan titik-titik antara industri yang sudah ada serta berkolaborasi dan berinvestasi di bidang-bidang yang paling relevan dengan bisnis mereka saat ini,” ujar Eddy.

Untuk mendukung klien menghadapi perubahan ini, PwC meluncurkan berbagai inisiatif, termasuk sistem operasi AI internal, pelatihan massal melalui Network AI Academy, dan perluasan kolaborasi strategis dengan mitra teknologi global seperti Microsoft, Google Cloud, AWS, hingga OpenAI.

Baca juga: Kemenkomdigi fokus rampungkan “roadmap” AI hingga Juni 2025

Baca juga: Anggota DPR: Harus ada regulasi terkait penggunaan akal imitasi

Baca juga: Menkomdigi: Infrastruktur digital prasyarat utama adopsi AI

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Kejagung sita uang Rp11 triliun dari PT Wilmar Group terkait kasus CPO

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Kejagung sita uang Rp11 triliun dari PT Wilmar Group terkait kasus CPO Selasa, 17 Juni 2025 15:24 WIB…

    LGES kantongi kesepakatan dengan Chery pasok baterai kendaraan listrik

    Jakarta (ANTARA) – Produsen baterai terkemuka Korea Selatan LG Energy Solution Ltd. (LGES) telah mengamankan kesepakatan dengan perusahaan otomotif China Chery Automobile Co., untuk memasok baterai silinder kendaraan listrik (EV).…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *