ANGGOTA Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Irmawan, mendesak pemerintah mempercepat penyaluran air bersih bagi warga terdampak bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini menilai krisis air bersih menjadi persoalan serius lantaran banyak sumber air rusak akibat bencana ekologis yang menghantam tiga provinsi di Pulau Sumatera bagian utara itu.
Irmawan mengatakan air bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa ditunda dalam situasi darurat pascabencana. “Air bersih adalah kebutuhan paling mendasar, tapi justru setelah bencana air menjadi barang langka. Banyak sumur warga tidak lagi bisa digunakan karena tercemar lumpur dan kotoran,” kata Irmawan, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi Fraksi PKB, Ahad, 21 Desember 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Secara geografis, tutur Irmawan, sejumlah wilayah terdampak berada di kawasan perbukitan dan aliran sungai. Saat banjir dan tanah longsor terjadi, sumber mata air tertutup material tanah, jaringan perpipaan rusak, serta instalasi pengolahan air tidak berfungsi.
Menurut legislator dari daerah pemilihan Aceh ini, kondisi tersebut membuat warga sepenuhnya bergantung pada bantuan air bersih dari pemerintah.
Irmawan lantas menegaskan air bersih dibutuhkan untuk keperluan dasar, seperti minum, memasak, mandi, dan mencuci. Namun, hingga kini, ia menilai kebutuhan itu belum sepenuhnya terpenuhi di sejumlah lokasi terdampak.
Sebagian warga, kata Irmawan, berhari-hari tidak mandi karena keterbatasan pasokan air bersih. “Bahkan, untuk kebutuhan sederhana, seperti mandi dan mencuci pakaian, masih sangat terbatas. Masih ada warga yang mengenakan pakaian berlumur lumpur karena tidak bisa dicuci akibat kekurangan air bersih,” ujarnya.
Irmawan mengingatkan bahwa krisis air bersih berpotensi memicu masalah kesehatan, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan. Minimnya air bersih dilaporkan menyebabkan kasus penyakit kulit dan diare di sejumlah titik pengungsian meningkat.
“Banyak anak mengalami penyakit kulit karena tidak bisa membersihkan diri dengan layak. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi krisis kesehatan,” tutur Irmawan.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKB Aceh itu pun mendesak pemerintah agar penyaluran air bersih dilakukan secara masif, merata, dan berkelanjutan, termasuk ke daerah terpencil serta sulit dijangkau.
“Air bersih bukan sekadar bantuan tambahan, melainkan kebutuhan utama yang menentukan kesehatan, martabat, dan keselamatan warga terdampak bencana,” ujar Irmawan.
Adapun bencana ekologis berupa banjir bandang dan tanah longsor melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada November 2025. Hampir satu bulan sejak peristiwa itu terjadi, jumlah korban jiwa akibat bencana masih bertambah. Jumlah korban banjir Sumatera yang meninggal bertambah 31 jiwa dalam pendataan tiga hari terakhir.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB per 21 Desember 2025 pukul 06.00, korban jiwa bencana Sumatera mencapai 1.090 jiwa. Jumlah korban jiwa akibat bencana Sumatera masih berpotensi meningkat. Sebab, BNPB mencatat terdapat 186 orang yang masih belum ditemukan atau hilang. BNPB juga melaporkan ada lebih dari 7.000 jiwa mengalami luka-luka.
BNPB juga mencatat terdapat 147.236 rumah rusak akibat banjir dan tanah longsor. Ribuan fasilitas publik, termasuk sekolah, jembatan, fasilitas kesehatan, dan rumah ibadah yang tersebar di tiga provinsi tersebut, juga mengalami kerusakan setelah diterjang banjir serta tanah longsor.






