KETUA Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, mendorong Presiden Prabowo Subianto meninjau ulang semua kontrak kerja sama sumber daya alam di Indonesia setelah bencana meluluhlantakan Sumatera.
Anwar merujuk pendahuluan buku Confessions of an Economic Hit Men (EHM) karya John Perkins. Buku itu, kata Anwar, menceritakan tentang perbuatan buruk yang telah mereka lakukan terhadap bangsa-bangsa dan negara lain. Contohnya ketika Ekuador, di mana setiap senilai US $100 minyak mentah yang mereka ambil dari hutan hujan Ekuador, perusahaan minyak menerima US$ 75. Dari sisanya sebesar US$25, tiga perempatnya dipergunakan untuk menutup biaya militer dan biaya pemerintah lainnya.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Jadi hanya sekitar US$ 2,5-3 yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat yang terkena dampak buruk dari proyek mereka tersebut,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 20 Desember 2025.
Anwar juga merujuk pada analisa ekonom Faisal Basri ihwal hiliriasi nikel di Indonesja. Meskipun tujuan hilirisasi nikel untuk meningkatkan nilai tambah, tetapi kebijakan tersebut lebih banyak menguntungkan Cina karena hampir seluruh hasil olahan tersebut di ekspor ke Cina. “Kita hanya menikmati sebagian kecil saja yaitu sekitar 10 persen, sementara 90 persennya lari ke Cina,” ujar Anwar.
Apalagi pemerintah Indonesia membanderol nikel US$ 34. Padahal di Shanghai, kata Faisal Basri, harganya US$ 80 dolar. Anwar menyesalkan praktik bisnis ini karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Beleid itu menegaskan bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Untuk itu saatnya kita mengimbau Presiden Prabowo, yang dikenal sangat menjiwai dan bersemangat menegakkan Pasal 33 UUD 1945, untuk meninjau ulang semua kontrak tentang sumber daya alam yang ada,” kata Anwar.
Anwar menegaskan evaluasi ulang harus menyesuaikan amanat UUD 1945. Sebab, kata dia, kalau apabila negara melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 Indonesia akan menjadi negara kaya dan menciptakan kemakmuran untuk rakyat.
Sebelumnya Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mencabut 22 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan luas 1.012.016 hektare. Jumlah itu di antaranya 116.198 hektare lahan di Sumatera. “Detailnya saya akan menuliskan SK (Surat Keputusan) pencabutan ini,” ujar Raja Juli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 15 Desember 2025.
Keputusan ini, kata Raja Juli, dibuat setelah Presiden Prabowo memintanya menertibkan PBPH yang nakal. Perusahaan itu dinilai mengganggu masyarakat dan mengganggu lingkungan hidup. Atas perintah itu, Raja Juli memutuskan mencabut 22 PBPH.
Raja Juli mengklain Kementerian Kehutanan sudah menertibkan PBPH seluas 1,5 juta hektare dalam waktu satu tahun. Pada 3 Februari 2025, Kementerian Kehutanan sudah mencabut 18 PBPH. “Ditambah hari ini 1 juta hektare. Maka sudah ada penertiban sekitar 1,5 juta hektare,” kata dia.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sebelumnya memastikan akan mengejar siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran dalam bencana Sumatera.





