INFO TEMPO – Yang diketahui banyak orang, Jakarta adalah pusat pemerintahan, ekonomi sekaligus budaya di Indonesia. Lebih dari itu, kota ini merupakan ruang sejarah, menyaksikan pergantian kekuasaan, pergulatan budaya, hingga peristiwa-peristiwa penting yang mengantar bangsa ini menuju kemerdekaan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Tempo Media Group berkolaborasi menghimpun bahan untuk disusun menjadi buku berjudul “Mosaik Kota Menjelma Bangsa”. Sebuah catatan yang bercerita soal Jakarta sebagai ruang sejarah panjang bagi Indonesia.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Buku ini ditulis dengan tujuan menjadikan sejarah sebagai penggerak ekonomi budaya. Saat ini, cita-cita tersebut belum sepenuhnya tergapai karena narasi yang belum padu, pengalaman yang belum terkurasi dengan kuat, serta konektivitas wisata yang belum saling terhubung.
Warisan historis Jakarta sangatlah kaya dan berlapis, membentang dari masa kuno hingga periode kebangkitan nasional. Kota ini menjadi panggung lahirnya Boedi Oetomo, organisasi modern pertama yang menyalakan semangat kebangkitan nasional dan digagas oleh para pelajar STOVIA.
Semuanya terangkum dalam buku ini, termasuk perjuangan mendeklarasikan sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. “Jadi selain mahasiswa kedokteran, ada juga mahasiswa, Rechtshogeschool (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum berpartisipasi dalam Kongres Pemuda,” kata Kepala Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Didik Pradjoko dalam Diskusi Peluncuran Buku Tematik Berbasis Riset Menyongsong 500 Tahun Jakarta di Hotel Millenium Jakarta, pada Kamis, 18 Desember 2025.
Tak berhenti di situ, Jakarta juga menjadi tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Kini, lokasi tersebut dikenang sebagai Jalan Proklamasi, sebuah penanda sejarah yang menegaskan Jakarta sebagai pusat kelahiran Republik Indonesia.
Setelah itu, Jakarta dibangun dengan sejumlah ikon yang kemudian membentuk identitas kota. Monumen Nasional (Monas) dibangun Soekarno melalui sayembara. Kemudian Patung Selamat Datang di Bundaran HI dan Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng juga merupakan hasil kerja sama dengan seniman Indonesia dan luar negeri. Melalui monumen-monumen yang menjulang ke langit, Soekarno ingin menghadirkan wajah Jakarta yang mencerminkan semangat revolusi dan kepercayaan diri Indonesia sebagai bangsa merdeka.
Dengan kekayaan sejarah ini, tak heran Jakarta menyimpan banyak aset dan cerita yang menandai perjalanan kota ini. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta mencatat, pada 2024 terdapat 54 museum di Jakarta. Sayangnya, kekayaan itu belum optimal. Jumlah pengunjung museum-museum tersebut masih kerap lengang. “Ini memang menjadi satu tantangan bagaimana sebuah museum ini dikelola,” kata Didik.
Lantaran tak semua museum adalah milik pemerintah provinsi, Didik menyarankan agar Jakarta menjalin kolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan. Melalui kerja sama ini, tidak menutup kemungkinan museum akan menjadi tujuan wisata yang menarik dan ramai dikunjungi.
Berbeda dengan buku-buku sejarah akademis yang sarat catatan kaki, buku “Mosaik Kota Menjelma Bangsa” disajikan dengan pendekatan yang lebih ringan. Isinya memadukan ketelitian akademik dengan gaya buku populer, padat secara substansi, namun tetap mengalir dan mudah dinikmati pembaca.
Proses penulisan buku ini berlangsung cukup panjang. Berawal dari penggalian gagasan yang kemudian dikristalkan menjadi sejumlah policy brief oleh tim Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta. Tahap berikutnya dilanjutkan dengan riset dan penelitian mendalam yang dilakukan oleh tim Tempo.
Tim penulis buku mewawancarai sejumlah narasumber, mulai dari akademisi, pemerhati sejarah, hingga perwakilan pemerintah. Seluruh temuan tersebut kemudian dirangkum menjadi catatan yang tersusun dalam enam bab.
Sebagai pengulas, Didik berharap buku ini dapat menjadi sarana edukasi yang menegaskan Jakarta sebagai jantung sejarah Indonesia, tempat di mana perjalanan bangsa ini ditulis dan terus berkembang. (*)






