Sederet Respons soal Keinginan Prabowo Tanam Sawit di Papua

PRESIDEN Prabowo Subianto baru-baru ini mendorong agar wilayah Papua ditanami kelapa sawit agar dapat menghasilkan bahan bakar minyak. Arahan itu ia sampaikan saat memberi pembekalan kepada enam gubernur dan 42 bupati di wilayah Papua, bersama jajaran kabinetnya dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua di Istana Negara, Jakarta pada Selasa, 16 Desember 2025.

Pilihan Editor: Anwar Usman: Saya Tak Menyesali Apa yang Saya Lakukan

‎Prabowo mengatakan latar belakang berambisi menanami Papua dengan sawit lantaran komitmen pemerintahannya untuk swasembada energi. Tujuannya, menurut Prabowo, agar mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak.

Prabowo mengklaim Indonesia dapat menghemat pengeluaran untuk impor bahan bakar minyak hingga Rp 250 triliun tiap tahun bila mengembangkan bahan bakar minyak dari sumber alternatif. Selain kelapa sawit, dia menilai penanaman singkong dan tebu juga bisa dikembangkan.

‎”Kami berharap di daerah Papua harus ditanami kelapa sawit agar bisa menghasilkan BBM dari kelapa sawit,” kata Prabowo pada Selasa, 16 Desember 2025.

‎Keinginan kepala negara tersebut mendapat respons dari sejumlah pihak. Berikut Tempo merangkum di antaranya.

‎1. Dewan Perwakilan Daerah 

‎Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin mewanti-wanti agar rencana pengembangan perkebunan sawit di Papua tak boleh mengabaikan kepentingan ekologis wilayah paling timur tersebut. Dia mendorong pemerintah pusat agar menjalankan kebijakan itu dengan memerhatikan daya dukung lingkungan.

‎Sebab, dia berujar tak ingin ada konflik yang justru timbul akibat ekstentifikasi sawit di tanah Papua. “Jangan sampai konvensi lahan menggeser ruang hidup masyarakat adat dan satwa endemik Papua,” ujar Sultan dalam keterangan tertulis pada Rabu, 17 Desember 2025.

‎Dia mengatakan pelibatan masyarakat dalam wacana pengembangan perkebunan sawit di Papua merupakan hal penting. Selain itu, Sultan menilai pengerjaan proyek ini nantinya bisa diurus oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, serta Badan Usaha Milik Desa.

‎2. Greenpeace Indonesia

‎Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin menilai ambisi pemerintah menanam kelapa sawit di Papua berpotensi dapat membawa bencana ekologis di wilayah tersebut. Selain itu, ambisi swasembada pangan dan energi itu berpotensi membabat jutaan hutan alam dan mengabaikan keberadaan masyarakat adat Papua.

‎Menurut dia, Prabowo tidak belajar dari bencana ekologis yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera. Padahal banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera tak terlepas dari adanya kebijakan deforestasi yang masif imbas bisnis ekstraktif perkebunan sawit dan kehutanan.

‎Menurut Asep, arahan Prabowo agar Papua ditanami sawit mencerminkan pendekatan top-down yang mengabaikan hak menentukan nasib sendiri atas ruang hidup. Papua, kata dia, diposisikan sebagai obyek kebijakan nasional dan mengabaikan hak masyarakat adat.

‎”Pernyataan Prabowo mengandung logika kolonial, yaitu negara paling berkuasa menentukan dan mengubah kehidupan sosial rakyat dan lingkungan alam di Papua, seolah-olah Papua adalah ruang kosong yang menunggu diisi proyek negara,” kata Asep dalam keterangannya pada Rabu, 17 Desember 2025.

‎3. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

‎Staf Advokasi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Tigor Hutapea mengungkapkan perkebunan sawit di Papua dikuasai dan dimiliki segelintir korporasi yang dekat dengan kekuasaan. Dia berujar saat ini ada 94 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua dengan luas mencapai 1,3 juta hektare.

‎Tigor mengatakan proyek swasembada pangan dan energi di wilayah itu sudah berjalan hampir dua tahun. Proyek itu, kata dia, berjalan tanpa adanya persetujuan dari masyarakat adat dan perizinan kelayakan usaha yang memadai.

‎”Proyek tersebut melibatkan ribuan militer, terjadi tekanan dan ancaman oral, fisik, dan psikis,” ujar Tigor pada Rabu, 17 Desember 2025.

‎Dengan adanya perkebunan sawit itu, kawasan hutan alam di Papua berpotensi hilang lebih dari 22 ribu hektare. Selain itu akan berdampak pada masyarakat adat dan lingkungan hidup yang bekerja dengan rasa tidak aman.

Dian Rahma dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
  • Related Posts

    Apresiasi Walkot Agung Nugroho, Warga Pekanbaru: Belum Setahun, Jalan Mulus

    Jakarta – Warga Kota Pekanbaru merasa senang melihat jalan yang selama bertahun-tahun seperti kubangan kerbau sudah mulai mulus. Komitmen Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho untuk memperbaiki jalan dinilai nyata. Warga…

    Perjalanan KRL Arah Cikarang Bekasi Masih Terganggu, Rekayasa Rute Diterapkan

    Jakarta – Perjalanan KRL arah Cikarang Bekasi masih terganggu meski perbaikan kereta lokomotif sudah selesai. Hingga siang ini, KAI Commuter masih melakukan penguraian keterlambatan KRL. Public Relations Manager KAI Commuter…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *