INFO TEMPO – Buku berjudul “Buku, Kata Sepanjang Usia” merupakan satu dari delapan buku tematik berbasis riset dalam menyongsong 500 tahun Jakarta. Satu paket buku ini resmi diluncurkan pada Kamis, 18 Desember 2025 di Jakarta.
Jakarta memiliki perjalanan panjang dalam dunia literatur dan sastra. Sejak abad 16, ekosistem sastra telah menggeliat di kota yang berdiri pada 1527 ini. Jakarta adalah tempat lahirnya industri buku dan penerbitan Indonesia. Di kota inilah -yang saat itu dikenal sebagai Batavia, surat kabar pertama di Indonesia, Bataviasche Nouvelles, terbit pada abad ke-18.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Kota ini juga menjadi rumah bagi Balai Pustaka, yang berdiri pada 1917 sebagai penerbit pertama yang didukung pemerintah. Balai Pustaka memainkan peran penting dalam perkembangan sastra modern Indonesia.
Jakarta merupakan lokasi salah satu toko buku tertua di Indonesia, Toko Buku Gunung Agung, yang didirikan pada 1950-an dan tempat lahirnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Lembaga-lembaga bersejarah ini meletakkan fondasi bagi budaya sastra yang berkembang pesat.
Direktur Eksekutif Jakarta International Literary Festival, Avianti Armand menilai, buku “Buku, Kata Sepanjang Usia” ini mampu merangkum secara komprehensif segala ekosistem sastra. “Buku ini disusun secara sinkronis dan diakronis. Ada catatan waktu yang sangat jauh ke belakang,” kata Avianti dalam diskusi Peluncuran Buku Tematik Berbasis Riset Menyongsong 500 Tahun Jakarta di Hotel Millenium Jakarta, pada Kamis, 18 Desember 2025. “Ini telaah yang cukup komprehensif tentang sastra di Jakarta.”
(Kedua kanan) Direktur Eksekutif Jakarta International Literary Festival Avianti Armand saat diskusi “Peluncuran Buku Tematik Berbasis Riset, Menyongsong 500 Tahun Jakarta” di Hotel Millenium, Jakarta, pada Kamis, 18 Desember 2025. TEMPO/Lourentius EP
Untuk diketahui, Jakarta ditetapkan sebagai Kota Sastra Dunia atau City of Literature oleh UNESCO pada November 2021 dan menjadi kota pertama di Indonesia, serta satu-satunya di Asia Tenggara yang menyandang predikat ini. Buku “Buku, Kata Sepanjang Usia” memuat jejak sastra, mulai dari kedatangan penulis tingkat dunia, ekosistem sastra, festival sastra, hingga rujukan kota-kota sastra dunia.
Dalam mendorong Jakarta Kota Global dari perspektif sastra, Avianti melanjutkan, penting untuk mengangkat ekosistem sastra secara komprehensif. Tidak sekadar menuangkan lingkup penulis, pembaca, dan penerbit, melainkan juga komunitas, sayembara sastra, kritik sastra, penghargaan sastra, pendidikan, sampai pembuat kebijakan.
Saati ini, menurut Avianti, Jakarta masuk dalam fase berkembang dan seru. Sebab, ada banyak penulis baru yang muncul ke permukaan, baik melalui sayembara maupun penulis indie, kegiatan festival sastra juga dijejali pengunjung. Bahkan Pemerintah Provinsi Jakarta sudah mengakomodasi kegairahan ini dengan dengan membuka perpustakaan di Taman Ismail Marzuki (TIM) hingga pukul 22.00 WIB.
Semangat tersebut, kata Avianti, dapat terus didorong dengan berbagai upaya. Contoh, memperluas persebaran perpustakaan misalkan dengan satu kelurahan satu perpustakaan, meningkatkan apresiasi pendidik bahasa, serta program sastra masuk sekolah yang perlu digiatkan.
Salah satu upaya yang mesti digenjot sekarang, menurut Avianti, adalah berkolaborasi membangun ekosistem sastra dimulai dengan keterbukaan informasi. “Kondisinya harus terus diperbarui, misalkan koleksi buku, suasana, persebaran, dan lainnya,” katanya. “Keterbukaan informasi ini membuat kita mengetahui di titik-titik mana kita bisa berkolaborasi.”
Jika ingin menjadikan sastra sebagai salah satu pilar Jakarta Kota Global, Avianti mengatakan, maka harus menguatkan ekosistemnya. “Dan itu dimulai dari keterbukaan informasi,” ucapnya.
Sebagai spot persimpangan budaya Indonesia, Jakarta adalah tempat tradisi lokal bertemu dengan arus global. Kota ini menjadi rumah bagi berbagai penulis, penyair, penerjemah, penerbit, dan pendongeng. Dari warisan lisan Betawi hingga penceritaan digital kontemporer, dan dari inisiatif literasi akar rumput hingga kolaborasi sastra internasional, kancah sastra Jakarta dinamis, beragam, dan berakar kuat. (*)






