MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membagikan cerita masa mudanya sebelum betul-betul terjun ke lembaga peradilan. Awalnya, hakim yang berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat itu datang ke Jakarta di penghujung 1975.
Ia ke Jakarta dengan tujuan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi setelah lulus dari pondok pesantren di Bima. Selama di Jakarta, ia pun mengasah bakat dan minatnya di bidang kesenian.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Saya pernah main film saat di Jakarta,” kata Anwar saat ditemui Tempo di lantai 15 gedung Mahkamah Konstitusi, pada Senin, 15 Desember 2025.
Film yang dimaksudkan Anwar itu berjudul “Perempuan Dalam Pasungan” yang dirilis pada 1980. Sutradara film itu adalah Ismail Soebardjo. Film ini memenangkan Piala Citra kategori film terbaik dalam Festival Film Indonesia, pada 1981, Dalam film itu, Anwar berperan sebagai pemain figuran.
“Tetapi, saya dimarahi oleh orang tua karena ikut main film ini,” kata adik ipar mantan Presiden Joko Widodo ini.
Orang tua Anwar tak merestui jika anaknya bermain film. Sebab, kata Anwar, latar belakang Anwar adalah seorang santri yang lekat dengan ilmu agama.
“Di film itu ada adegan saya berjalan memegang tangan perempuan. Itu alasan kenapa Bapak saya marah,” ujar Anwar seraya tertawa.
Dikutip dari website Mahkamah Konstitusi, Anwar aktif kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo selama menjadi mahasiswa. Ia menjadi anggota Sanggar Aksara. Di sini ia pun diajak untuk beradu akting dalam film “Perempuan dalam Pasungan” yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan, dan Rini S. Bono.
“Saya hanya mendapat peran kecil, namun menjadi suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Bapak Ismail Soebarjo,” kata Anwar.
Di film itu, ada adegan Anwar berjalan berdua dengan seorang wanita di Pasar Cikini, Jakarta Pusat. Adegan itu pun diketahui oleh orang tua Anwar saat film tersebut meledak.
Setelah meraih gelar sarjana hukum pada 1984, Anwar ikut tes menjadi calon hakim. Ia lulus dan diangkat menjadi calon hakim pada Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat, pada 1985. Ia berkali-kali pindah tugas, seperti di Pengadilan Negeri Atambua dan Pengadilan Negeri Lumajang.
Anwar lantas menjadi asisten hakim agung pada 1997. Ia menduduki beberapa posisi di Mahkamah Agung maupun di lembaga peradilan hingga menjadi hakim konstitusi, pada 2011. Ia menjadi hakim konstitusi hingga kini.
Di saat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar menjadi sorotan. Saat itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang mengatur syarat pencalon presiden dan wakil presiden. Putusan Mahkamah itu yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024.
Putusan tersebut yang membuat Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK, pada 7 November 2023. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) saat itu, Jimly Asshidiqie, mengatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan, dan kesetaraan, independesnsi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Anwar kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memulihkan nama dan menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru. PTUN mengabulkan sebagian permohonan Anwar.
Selanjutnya, ia mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut. Namun, ia mencabut upaya banding tersebut pada medio Desember 2024.
Pada 11 Desember 2025, MKMK menguatkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna, menyatakan tidak ada pelanggaran etik dalam pengangkatan Suhartoyo tersebut.






