INFO TEMPO – Pemerintah Kabupaten Trenggalek meluncurkan program Sangu Sampah sebagai upaya menekan emisi sekaligus membangun karakter peduli lingkungan di kalangan pelajar. Program ini dapat diikuti siswa melalui laman situs tgxwastecoin.id atau aplikasi TGX Waste Coin yang tersedia di Play Store untuk pengguna Android.
Melalui program tersebut, siswa diminta memilah sampah dari rumah maupun sekolah. Sampah yang telah dipilah kemudian disetorkan sesuai mekanisme yang ditetapkan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Jenis sampah yang diterima meliputi botol plastik kemasan, plastik umum seperti bungkus sachet, kertas, kaca, kain, logam, limbah elektronik, hingga minyak jelantah.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Setiap setoran sampah akan dicatat dan dikonversi menjadi koin digital. Jumlah koin dapat dipantau langsung melalui akun siswa di laman atau aplikasi TGX Waste Coin. Khusus pengguna iOS, akses sementara dilakukan melalui situs karena aplikasi belum tersedia di App Store.
Sampah yang terkumpul akan diambil secara berkala oleh jaringan pengelola seperti TPS 3R, bank sampah, dan mitra PT Jet. Selanjutnya, sampah disalurkan kepada offtaker untuk didaur ulang. Proses ini dilakukan rutin setiap bulan sesuai jadwal yang ditetapkan pemerintah daerah.
Hasil penjualan sampah tidak langsung dibagikan. “Setelah tiga bulan, total pendapatan dari penjualan sampah dikurangi biaya operasional dan kontribusi ke PAD, baru kemudian sisa hasilnya dibagikan kepada siswa secara proporsional berdasarkan jumlah koin yang mereka kumpulkan di aplikasi,” tutur Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin atau acap disapa Gus Ipin saat peluncuran program pada Senin, 15 Desember 2025.
Skema penggunaan akun disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Untuk siswa SMA dan perguruan tinggi, setiap peserta memiliki akun dan rekening pribadi karena mayoritas telah memiliki gawai. Adapun siswa SD dan santri pondok pesantren menggunakan sistem pooling account, yakni satu akun untuk satu kelas atau kelompok yang dikelola guru, pengurus pondok, atau komite sekolah.
Gus Ipin menjelaskan latar belakang peluncuran program ini. Kabupaten di pesisir selatan Jawa Timur itu memiliki surplus emisi sebesar 115.000 ton CO2 ekuivalen. Beban emisi berasal dari sektor energi 42 persen, pertanian 40 persen, sampah 16 persen, 2 persen sisanya dari industri.
Untuk menutup surplus itu tersedia dua pilihan: menanam 130 hektar mangrove atau mengelola 80 persen sampah. “Karena keterbatasan fiskal untuk teknologi mahal, kita memilih jalur ekonomi sirkular yang sederhana namun berdampak masif, yaitu melalui pendidikan karakter di sekolah-sekolah,” ujar Gus Ipin.
Program Sangu Sampah, ia melanjutkan, diciptakan karena menghimpun tiga pilar manfaat yang saling terkait, yakni pembangunan karakter siswa yang wajib mencintai lingkungan, literasi digital melalui aplikasi TGX Waste Coin, dan inklusi keuangan. (*)






