INFO NASIONAL – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi meluncurkan Rencana Aksi Nasional atau National Plan of Action (NPOA) 2.0 Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). Dokumen ini disusun sebagai panduan nasional untuk mendukung pelaksanaan Regional Plan of Action (RPOA) 2.0 CTI-CFF periode 2021–2030, sekaligus memperkuat peran Indonesia di kawasan Segitiga Terumbu Karang dunia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menyampaikan bahwa NPOA 2.0 menjadi pedoman strategis dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir Indonesia yang berada di pusat kawasan Segitiga Terumbu Karang. Dokumen tersebut memuat langkah-langkah strategis untuk mewujudkan kelestarian sumber daya pesisir dan laut, ketahanan pangan, serta penghidupan berkelanjutan, sekaligus memperkuat tata kelola dan kemitraan di kawasan Segitiga Terumbu Karang. Seluruh arah kebijakan ini selaras dengan implementasi program ekonomi biru dalam mendukung misi Asta Cita 2024–2029.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Koswara, penyusunan NPOA 2.0 mencerminkan komitmen nyata Indonesia dalam memperkuat kolaborasi regional guna memastikan pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan. “Melindungi ekosistem laut adalah tanggung jawab bersama. Indonesia tidak dapat bekerja sendiri, dan melalui CTI-CFF, kita menunjukkan keseriusan menjaga keberlanjutan sumber daya hayati laut di kawasan Segitiga Terumbu Karang,” ujarnya dalam siaran resmi di Jakarta, Ahad, 14 Desember 2025.
NPOA 2.0 menggambarkan rencana aksi Indonesia untuk periode 2025–2030. Meski demikian, pada kurun waktu 2021–2024, Indonesia telah berkomitmen dan menjalankan berbagai aksi pendukung RPOA 2.0 melalui kebijakan ekonomi biru di sektor kelautan dan perikanan, sebagai fondasi transisi menuju pengelolaan laut yang berkelanjutan dan berdaya saing.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KKP, Sarmintohadi, menambahkan bahwa peluncuran NPOA Indonesia dalam kerangka CTI-CFF menjadi tonggak penting yang menegaskan komitmen nasional terhadap RPOA 2.0 dan visi masa depan bersama di kawasan Segitiga Terumbu Karang. “Tidak ada kelompok yang lebih baik untuk berjalan bersama dalam perjalanan panjang ini selain keluarga CT6 dan para mitra pembangunan yang terus mendukung aksi konkret di kawasan,” katanya.
CTI-CFF merupakan kemitraan multilateral yang pertama kali dicetuskan pada KTT APEC 2007 dan dideklarasikan pada CTI Leaders’ Summit 2009 oleh enam negara anggota, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Sebagai negara kepulauan dengan Zona Ekonomi Eksklusif terbesar dan luas terumbu karang mencapai sekitar 65 persen dari total kawasan Segitiga Karang, Indonesia memiliki peran strategis dalam menjaga kesehatan laut global, mendukung ketahanan pangan, keberlanjutan sumber daya perikanan, serta pengembangan ekonomi biru yang adaptif terhadap perubahan iklim.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa perlindungan ekosistem laut merupakan tanggung jawab semua pihak dan tidak dapat dibebankan pada satu negara semata. Kerja sama multilateral melalui CTI-CFF dinilai sebagai wujud komitmen bersama dalam menjaga keberlanjutan kekayaan sumber daya hayati laut terbesar di kawasan Segitiga Terumbu Karang dunia.(*)






