Yayasan TIFA Desak Pemerintah Cabut Konsensi Hutan Sumatera

YAYASAN TIFA mendesak pemerintah pusat dan daerah menerapkan moratorium permanen terhadap perizinan baru serta mencabut izin usaha korporasi yang terbukti merusak lingkungan di daerah aliran sungai (DAS) Sumatera. Program Officer Natural Resources and Climate Justice Yayasan TIFA, Firdaus Cahyadi, mengatakan bencana banjir bandang dan tanah longsor di tiga provinsi di Sumatera merupakan kombinasi antara krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang dipicu kebijakan politik nasional yang dianggap eksploitatif.

“Bencana ekologi ini menunjukkan korelasi kuat antara peningkatan frekuensi banjir dengan deforestasi masif di hulu DAS Sumatera,” ujar Firdaus dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Desember 2025. Dia menambahkan, kebijakan perizinan di sektor kehutanan, pertambangan, dan perkebunan skala besar telah menghilangkan fungsi hutan sebagai benteng ekologis.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Yayasan TIFA berfokus mempromosikan masyarakat terbuka dengan mendukung organisasi masyarakat sipil untuk isu-isu strategis seperti hak asasi manusia (HAM), keadilan iklim, dan demokrasi. Tujuannya, agar terwujud masyarakat yang berlandaskan kebhinekaan, kesetaraan, dan keadilan.

Banjir bandang dan tanah longsor menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada 25 November 2025. Tragedi itu menelan korban jiwa ratusan orang.  Selain juga ratusan orang masih dinyatakan hilang.  Berbagai kalangan menyatakan, bencana di Sumatera ini sebagai peringatan keras atas kerusakan lingkungan.

Firdaus meminta pemerintah segera mengaudit secara menyeluruh terhadap lingkungan dan perizinan usaha serta dampaknya di seluruh konsesi korporasi yang berada di kawasan DAS Sumatera. “Segera tetapkan moratorium permanen dan cabut izin-izin yang terbukti menjadi pemicu kerusakan ekologi,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai kerentanan ekologi di Sumatera meningkat tajam akibat perubahan bentang ekosistem penting, terutama hutan, yang diperparah oleh krisis iklim. Walhi mencatat sekitar 1,4 juta hektare hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat hilang sepanjang 2016–2024 akibat aktivitas 632 perusahaan, termasuk tambang, perkebunan sawit, PBPH, geothermal, PLTA, dan PLTM.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Artha Siagian, mengatakan banyak bencana ekologis di Sumatera berakar dari kerusakan kawasan hulu yang berada di bentang Bukit Barisan.

Di Sumatera Utara kerusakan signifikan terjadi di ekosistem Harangan Tapanuli atau Batangtoru, yang meliputi Tapanuli Utara, Tengah, Selatan, serta Kota Sibolga. “Sejak 2016–2024, ekosistem Batangtoru mengalami deforestasi seluas 72.938 hektare akibat operasi 18 korporasi,” kata Uli.

Di Aceh, degradasi terjadi di sejumlah DAS besar seperti Krueng Trumon, Singkil, Jambo Aye, Peusangan, Krueng Tripa, dan Tamiang. Pada periode 2016–2022, beberapa DAS telah kehilangan lebih dari 50 persen tutupan hutannya, termasuk DAS Singkil yang mengalami kerusakan hingga 75 persen dan DAS Tamiang sekitar 36 persen.

Di Sumatera Barat, DAS Aia Dingin, yang menjadi salah satu DAS penting di Kota Padang, kehilangan sekitar 780 hektare tutupan hutan sejak 2024. Padahal kawasan hulu DAS tersebut berdasarkan topografi yang berlereng datar dan berada di hutan konservasi memiliki fungsi vital meredam aliran permukaan dan mencegah banjir bandang. “DAS yang seharusnya menjadi benteng ekologis utama kini terdegradasi akibat aktivitas manusia,” ujar Uli.

  • Related Posts

    Dicopot dari Ketum, Gus Yahya Tetap Bakal Gelar Rapat Pleno PBNU

    Jakarta – Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) akan menggelar rapat pleno rutin PBNU meski telah diberhentikan sebagai ketua umum (ketum). Gus Yahya menyebut rapat itu akan membahas program-program PBNU khususnya…

    Waketum PKB Kunjungi Pidie Jaya Aceh, Dorong Percepatan Hunian Sementara

    Jakarta – Wakil Ketua Umum (Waketum) PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengunjungi daerah terdampak bencana di Pidie Jaya, Aceh. Cucun mendorong percepatan normalisasi sungai dan pembangunan hunian sementara (huntara) bagi para…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *