PAKUBUWONO XIV atau KGPH Hangabehi mengungkapkan pihaknya belum membahas rencana pelaksanaan jumenengan atau upacara kenaikan tahta. Ia mengaku saat ini masih fokus pada percepatan renovasi atau pembenahan beberapa bangunan Keraton.
“Belum. Kami masih fokus pembenahan keraton dulu. Kalau bangunan selesai dan semuanya tertata, baru nanti melihat ke tahap berikutnya,” ujar Pakubuwono XIV Hangabehi saat ditemui wartawan seusai acara peringatan 40 hari wafatnya Pakubuwono XIII di Keraton Surakarta, Rabu, 10 Desember 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sebelumnya, Hangabehi diikrarkan sebagai Pakubuwono XIV dalam rapat keluarga besar putri-putri dalem Pakubuwono XII dan putra-putri Pakubuwono XIII di Sasana Handrawina pada Kamis, 13 November 2025. Rapat itu difasilitasi Maha Menteri Keraton Surakarta Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan.
Kepada wartawan, Pakubuwono XIV Hangabehi mengungkapkan beberapa struktur, seperti Bangsal Plathonggo, mengalami penurunan konstruksi sehingga perlu segera ditopang menggunakan bambu. Jika tidak segera dibenahi dikhawatirkan akan lebih parah dan merusak bagian lain.
“Saya masih fokus pembenahan-pembenahan yang harus disegerakan. Kalau tidak, dampaknya akan lebih parah dan bisa merusak bagian lain,” ungkap dia.
Revitalisasi dilakukan secara bertahap, antara lain pada Panggung Songgobuwono yang kini tampak dengan warna cat lebih cerah. Ia menjelaskan bahwa pemilihan warna tetap mengacu pada karakter asli keraton meski kode cat lama sudah tidak tersedia.
Pengerjaan revitalisasi melibatkan koordinasi dengan kementerian terkait dan PPKA Cagar Budaya untuk memastikan prosesnya sesuai kaidah pelestarian.
Ketika dimintai tanggapan mengenai perbincangan publik seputar Keraton Surakarta di media sosial, Hangabehi memilih tidak memberikan imbauan khusus. Ia hanya menekankan pentingnya menjaga suasana tetap tenang sambil memprioritaskan pekerjaan fisik keraton.
Sementara itu, adik mendiang Pakubuwono XIII GKR Koes Moertiyah Wandansari yang turut hadir dalam acara peringatan 40 hari wafatnya PB XIII, menyinggung besarnya dukungan masyarakat yang terlihat di media sosial. Menurut wanita yang karib disapa Gusti Moeng itu, masyarakat sangat berharap Keraton Surakarta kembali stabil dan mampu menjalankan peran budaya sebagaimana mestinya.
“Kami sangat berharap kepada seluruh sentana dalem dan masyarakat. Saya melihat di medsos banyak yang mendukung agar keraton segera tentram kembali dan dapat melestarikan budaya peninggalan leluhur,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa doa dari masyarakat sangat dibutuhkan agar Keraton Surakarta dapat kembali menjalankan fungsi sebagai pusat kebudayaan Jawa yang selama ini menjadi acuan.
Gusti Moeng yang juga ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta itu menegaskan, dalam setiap langkah, pihaknya akan tetap berpegang teguh pada paugeran atau aturan adat turun-temurun yang diwariskan keluarga Mataram Surakarta. Paugeran, katanya, adalah fondasi utama yang tak boleh dilanggar.
“Kalau sampai menyalahi paugeran, kami yang akan disalahkan keluarga besar Dinasti Mataram. Jadi ini yang harus kami jaga, etika dan aturan itu harus dinomorsatukan,” ucapnya.
Disinggung soal rencana jumenengan Pakubuwono XIV Hangabehi, Gusti Moeng menjelaskan bahwa secara prinsip prosesi itu sudah dilakukan pada 13 November 2025, namun tata upacara lengkap masih menunggu waktu yang tepat.
Gusti Moeng menyatakan pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada pemerintah sebagaimana tradisi pergantian raja sebelumnya.
“Rencananya pasti ada. Tapi soal hari-H-nya mengikuti petunjuk alam. Kami sudah kirim surat kepada pemerintah seperti tradisi pergantian raja sebelumnya,” katanya.
Keraton Surakarta, kata Gusti Moeng, tetap menghormati kebijakan pada masa Pakubuwono XII yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah Republik. “Sinuwun Pakubuwono XII adalah raja pertama di dunia yang mengakui dan mendukung Republik Indonesia. Jadi hubungan antara keraton dan pemerintah harus tetap baik,” katanya.
Gusti Moeng menekankan bahwa pemerintah, baik daerah maupun pusat, memiliki tanggung jawab besar terhadap pelestarian keraton. Ia menyebut bahwa keberadaan keraton-keraton di Nusantara dilindungi oleh konstitusi dan oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk memahami posisi tersebut.
“Pejabat-pejabat ini perlu kami ingatkan kembali soal kesepakatan dan tanggung jawab pelestarian. Tidak hanya Keraton Solo, tapi seluruh keraton Nusantara,” ucapnya.
Ihwal tata kelola internal keraton, Gusti Moeng mengatakan struktur bebadan masih berjalan sebagaimana dibentuk pada masa Pakubuwono XII dan dilanjutkan Pakubuwono XIII.
“Bebadan itu sudah ada sejak Sinuhun PB XII dan masih bekerja sampai sekarang. Banyak personelnya masih yang lama,” tuturnya.
Menjawab pertanyaan soal kemungkinan pementasan Tari Bedhaya, Gusti Moeng menyebut bahwa tari sakral itu merupakan bagian dari kelengkapan upacara jumenengan yang lengkap. Namun, pelaksanaannya menunggu ketetapan waktu jumenengan.






