PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar rapat pleno dalam rangka menentukan proses organisasi sesuai dengan amanat Syuriyah. Rapat pleno ini dihadiri oleh Syuriah hingga Tanfidziyah PBNU. Agenda digelar di Grand Ballroom, Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Desember 2025.
Pantauan Tempo, acara dimulai dengan pembacaan doa sekitar pukul 20.00 WIB, dilanjutkan aksi simbolik pemberian bantuan kepada warga terdampak bencana di Sumatera. Rapat pleno tertutup ini digelar dengan dua agenda utama: memaparkan hasil pertemuan Harian Syuriyah PBNU dan menetapkan pejabat ketua umum.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Tampak hadir Menteri Sosial yang juga Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Ketua Umum Dewan Pembina Pengurus Pusat (PP) Muslimat Khofifah Indar Parawansa. Salah satu Rais di PBNU sekaligus Menteri Agama Nasaruddin Umar juga tampak hadir.
Selain itu, hadir Rais Aam Miftachul Akhyar, Wakil Rais Aam Anwar Iskandar dan Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir. Tampak pula di lokasi Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), Mohammad Nuh, Muhammad Cholil Nafis hingga Pengurus Mustasyar Habib Luthfi bin Yahya.
Agenda itu tercantum dalam surat tertanggal 2 Desember 2025 bernomor 4799/PB.02/A.I.01.01/99/12/2025, yang diteken Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar dan Katib Syuriyah PBNU, Ahmad Tajul Mafakhir.
“Menindaklanjuti Hasil Keputusan Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 29 Jumadil Ula 1447 H/20 November 2025 M di Jakarta sebagaimana Risalah Rapat terlampir,” mengutip surat tersebut.
Sementara, Yahya Cholil Staquf menanggapi agenda rapat pleno yang digelar jajaran syuriyah untuk menetapkan pejabat ketua umum penggantinya. Dia menilai rapat itu diorkestrasi oleh orang yang punya kepentingan tersendiri. “Ada yang punya kepentingan lalu membuat manuver. Itu biasa,” kata Yahya ditemui di Kantor PBNU, Jakarta pada Selasa, 9 Desember 2025.
Yahya tak menjelaskan secara gamblang orang yang disebut tengah bermanuver tersebut. Selain itu, Yahya berpendapat agenda yang bakal digelar Rais Aam PBNU untuk menetapkan pengganti ketua umum tidak bisa disebut sebagai rapat pleno.
Sebab, menurut Yahya, pelaksanaan rapat pleno organisasi harus melibatkan ketua umum. Sedangkan, agenda yang akan dihelat di Hotel Sultan nanti hanya dikonsep oleh jajaran Syuriyah PBNU. “Secara aturan tidak bisa disebut pleno,” ucapnya.
Yahya meyakini tidak akan ada dua ketua umum di organisasinya dalam konflik internal ini. “Jadi apapun keinginan orang untuk menghentikan saya (sebagai ketua umum) tanpa muktamar tidak mungkin bisa dieksekusi,” kata Yahya.




