Komisi III DPR Bantah Catut Nama Koalisi Sipil dalam Pembahasan RUU KUHAP

KETUA Komisi III DPR Habiburokhman membantah pernyataan koalisi masyarakat sipil bahwa mereka memanipulasi prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyebut DPR telah mencatut nama mereka dalam proses rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang KUHAP pada 12-13 November 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

“Enggak ada catut mencatut, kami justru berupaya mengakomodasi masukan masyarakat sipil,” kata Habiburokhman kepada Tempo, Senin, 17 November 2025. 

Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, dalam pembahasan RUU KUHAP, DPR bersama pemerintah menyusun tabel klasterisasi substansi. Di kolom kiri, kata Habiburokhman, tercantum organisasi atau kelompok yang menyampaikan usul-usul yang memiliki kemiripan. Sementara pada kolom kanan tertulis rumusan draf norma. DPR bersama pemerintah. Mereka kemudian membahasnya dan membuat kesepakatan redaksi norma.

“Tentu redaksi norma terakhir tidak sama persis dengan usulan kelompok mana pun, karena itu penggabungan pendapat banyak pihak,” ujarnya. 

Habiburokhman mengatakan, sejumlah usulan masyarakat sipil telah diakomodasi dalam naskah RUU KUHAP terbaru yang bakal disahkan dalam waktu dekat. Salah satunya, menurut dia, adalah muatan mengenai hak penyandang disabilitas yang diusulkan Organisasi Penyandang Disabilitas Nasional.

Kemudian, Habiburokhman juga mengklaim telah mengakomodasi usulan norma terkait dengan pelarangan peliputan sidang secara langsung tanpa izin pengadilan yang diusulkan oleh Aliansi Jurnalis Independen atau AJI. Lalu, masukan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengenai perluasan objek praperadilan juga diklaim sudah diakomodasi dalam naskah RUU KUHAP. 

“Yang jelas hampir 100 persen isi KUHAP baru merupakan masukan dari masyarakat sipil ke Komisi III,” kata Habiburokhman. 

Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan Komisi III DPR telah memanipulasi prinsip partisipasi publik secara bermakna dalam pembahasan RUU KUHAP. Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur menyebut DPR telah mencatut nama koalisi dalam proses rapat Panja RUU KUHAP. 

Rapat panja itu berlangsung selama dua hari, pada 12 hingga 13 November 2025. Dalam rapat, DPR dan pemerintah mempresentasikan sejumlah pasal yang diklaim sebagai masukan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. “Sebagian masukan yang dibacakan dalam rapat Panja tersebut ternyata tidak akurat dan bahkan memiliki perbedaan substansi yang signifikan dengan masukan- masukan yang kami berikan,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur melalui keterangan tertulis, dikutip pada Senin, 17 November 2025. 

Adapun koalisi ini terdiri dari beragam organisasi masyarakat sipil, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, hingga Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Koalisi menyampaikan pelbagai masukan terkait dengan RUU KUHAP melalui berbagai kanal, seperti lewat rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau melalui penyerahan draf RUU KUHAP tandingan atau dokumen masukan lainnya kepada DPR dan pemerintah. 

“Kami menilai rapat Panja tersebut seperti orkestrasi kebohongan untuk memberikan kesan bahwa DPR dan pemerintah telah mengakomodasi masukan,” ujar Isnur. Padahal, ia melanjutkan, ini adalah bentuk “meaningful manipulation” dengan memasukan pasal-pasal bermasalah atas nama koalisi atau organisasi masyarakat sipil.

Pada Kamis, 13 November 2025, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati isi rancangan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam pembicaraan tingkat I. Selanjutnya, RUU KUHAP akan dibawa ke rapat pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Revisi KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. 

  • Related Posts

    Komisi VIII DPR Minta Pembully Siswa SMPN di Tangsel Dihukum Sesuai Aturan

    Jakarta – Siswa SMP 19 Tangerang Selatan (Tangsel) inisial MH (13) meninggal dunia usai sempat menjalani perawatan sepekan di rumah sakit akibat menjadi korban perundungan. Wakil Ketua Komisi VIII DPR…

    Pria di Kendari Banting Mantan Pacar, Sakit Hati Korban Punya Kekasih Baru

    Kendari – Seorang pria di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) berinisial AW (28) mencekik hingga membanting mantan pacarnya sendiri, IN (26). Pelaku saat ini sudah diamankan pihak kepolisian. “Iya pelaku…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *