ANGGOTA Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Arif Rahman, mengusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang RUU tentang Perlindungan Siber khusus anak. Beleid itu diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk mengatur keselamatan anak-anak di ruang digital.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Arif berpendapat, RUU itu perlu dibahas karena belum ada regulasi khusus yang secara komprehensif melindungi anak dari paparan konten berbahaya di dunia maya. “Menurut hemat saya sih perlu diusulkan RUU Perlindungan Siber,” ujar Arif dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu, 15 November 2025.
Politikus Partai NasDem itu menilai, anak-anak adalah kelompok pengguna internet paling rentan lantaran mereka kerap bermain media sosial tanpa pengawasan orang tua. Sehingga mereka dianggap lebih mudah terpapar konten negatif seperti kekerasan, pornografi, hingga penipuan digital.
Arif juga mendukung argumennya dengan merujuk data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), yang mencatat bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2025 mencapai 229,4 juta jiwa atau sekitar 80,66 persen dari total populasi. Dari jumlah itu, 48 perse di antaranya merupakan remaja di bawah usia 18 tahun.
“Artinya, ruang siber kita sudah menjadi ruang bermain dan belajar bagi anak-anak. Negara harus hadir memberi perlindungan,” kata dia.
Ia melanjutkan, RUU Perlindungan Siber nantinya juga bisa memperkuat penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, yang resmi berlaku sejak Oktober 2024. “Kalau anak-anak kita bisa dilindungi dari paparan negatif dan kebocoran data pribadi sejak dini, itu berarti kita sedang menyiapkan generasi digital yang sehat dan aman,” tutur dia.
Arif mengatakan, Indonesia perlu mencontoh langkah sejumlah negara yang telah lebih dulu menerapkan regulasi ketat untuk melindungi anak dari dampak negatif media sosial. Ia menyebutkan, misalnya di Australia, yang melarang penggunaan Instagram dan Facebook bagi anak di bawah usia 16 tahun.
Kemudian Prancis, mengharuskan platform digital mendapat persetujuan orang tua bagi anak di bawah 15 tahun yang hendak membuat akun media sosial. Inggris juga disebut memiliki Undang-Undang Keamanan Daring (Online Safety Act) yang meningkatkan tanggung jawab platform digital terhadap konten berisiko bagi anak.
Lalu di Filipina, kata Arif, pengguna media sosial diwajibkan menggunakan nomor dan identitas resmi saat membuat akun untuk mencegah penyalahgunaan akun anonim. “Indonesia perlu segera memiliki undang-undang serupa agar upaya literasi digital yang digencarkan pemerintah bisa berjalan seimbang dengan sistem perlindungan hukum yang kuat.”






