Bahlil Minta Penolak Gelar Pahlawan Soeharto untuk Ikhlas

KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia meminta pihak yang menolak penetapan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto untuk mengikhlaskannya. Pemberian gelar pahlawan nasional untuk presiden ke-2 itu terjadi di tengah derasnya kritik dan penolakan publik.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Para aktivis hingga akademisi menolak wacana itu sejak nama Soeharto baru berupa usul di Kementerian Sosial serta Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Bahlil berkukuh Soeharto layak dan pantas menyandang gelar pahlawan. “Kalau ada yang masih belum mau ikhlaskan, saya doakan, mudah-mudahan mereka bisa ikhlaskan,” ucap Bahlil di kantor DPP Partai Golkar, kawasan Slipi, Jakarta Barat, pada Jumat, 14 November 2025. 

Jika mereka masih belum rela Soeharto mendapat gelar pahlawan, Bahlil meminta para penolak untuk beribadah. “Kalau tidak ikhlas lagi, salat terus yang Muslim, yang Kristen ke gereja, yang Hindu, Buddha ke tempat ibadah masing-masing agar mendapat rahmat,” kata Bahlil. 

Bahlil menyatakan dukungan maupun penolakan atas penetapan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto merupakan konsekuensi dari negara demokrasi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini berkata bahwa tidak ada manusia yang sempurna di bumi ini. “Karena kesempurnaan itu hanya ilahi saja, ya, itu ilahi saja. Terkecuali, ada orang yang mengatakan bahwa dia sempurna seperti Yang Maha Kuasa,” ucap Bahlil. 

Bagi Bahlil, Soeharto banyak berjasa selama masa hidupnya. “Pak Harto adalah presiden 32 tahun, pernah menjadi Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar, ikut melahirkan Partai Golkar,” tutur Bahlil. 

Adapun Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Prabowo Subianto pada Senin, 10 November 2025. Penetapan gelar pahlawan nasional itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Pemberian gelar Soeharto dinilai ironis lantaran diberikan bersamaan dengan Marsinah, aktivis buruh yang dibunuh pada masa Orde Baru. 

Publik pun memprotes penganugerahan gelar pahlawan nasional ini. Masyarakat sipil dari berbagai latar belakang menilai Prabowo Subianto seharusnya tidak memberi status tersebut kepada mantan mertuanya yang punya catatan kelam selama 32 tahun berkuasa.

Amnesty International Indonesia bahkan mendesak pemerintah membatalkan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia Usman Hamid menilai Soeharto adalah tokoh yang paling berperan dalam kekerasan negara era Orde Baru.

Rezim Soeharto, kata Usman, memiliki andil dalam kasus kejahatan kemanusiaan. Ia menilai pemerintah seperti mengabaikan rekam jejak kelam Soeharto.

Adapun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan keberatan atas penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan penetapan itu menciderai rasa keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.

Dalam catatan Komnas HAM, terjadi sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat selama 32 tahun Soeharto menjalankan roda kekuasaannya. Di antaranya ialah peristiwa 1965, peristiwa penembakan misterius, peristiwa Talangsari, peristiwa Tanjung Priok, penerapan daerah operasi militer di Aceh, hingga peristiwa kerusuhan Mei 1998.

  • Related Posts

    Vonis 18 Tahun Bui Zarof Ricar Tak Berubah Usai Kasasi Kandas di MA

    Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Hukuman Zarof Ricar pun tetap 18 tahun penjara. Sebagai informasi,…

    PEDPHI Dukung dan Apresiasi Komisi III DPR-Pemerintah Sepakati RUU KUHAP

    Jakarta – Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI) memberikan apresiasi kepada Komisi III DPR dan Pemerintah yang telah menyepakati Revisi Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). PEDPHI menilai…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *