Jakarta –
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) mendesak Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) segera disahkan. Ikadin mengatakan hal itu harus dilakukan untuk menghindari kegaduhan penegakan hukum.
Sekretaris Jenderal DPP Ikadin Rivai Kusumanegara menerangkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berlaku mulai 2 Januari 2026. Akan tetapi, katanya, sampai saat ini hukum acaranya belum disahkan pemerintah dan DPR.
“KUHP baru memiliki kebaruan yang tidak sesuai dengan KUHAP saat ini, sehingga akan timbul kegaduhan dalam penegakan hukum,” kata Rivai kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rivai lalu mencontohkan pelaku penganiayaan, penipuan, penggelapan dan penadahan tidak bisa ditahan. Hal itu, katanya, karena pasal-pasal tertentu yang dapat ditahan menurut KUHAP masih mengacu pada KUHP lama.
Selanjutnya Rivai menjelaskan timbul persoalan dalam pelaksanaan hukuman kerja sosial, hukuman tutupan maupun hukuman pengawasan. Dia menyebut restorative justice dan pidana korporasi dalam KUHP baru tidak efektif karena belum ada hukum acaranya.
“Demikian juga pengaturan restorative justice dan pidana korporasi dalam KUHP baru tidak efektif karena belum ada hukum acaranya,” lanjut Rivai.
Rivai juga menyadari RUU KUHAP masih belum disahkan karena adanya pro dan kontra atas sejumlah pasal di dalamnya. Dia berharap semua pihak bisa menurunkan ego dan mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
“Jika masing-masing masih memaksakan pandangannya, maka hal-hal positif dalam KUHP baru maupun RKUHAP tidak bisa dirasakan masyarakat,” ujar Rivai.
(whn/jbr)





