Komnas Perempuan Kritik Sedikitnya Perempuan Bergelar Pahlawan Nasional

KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan mengkritik sedikitnya perempuan bergelar pahlawan nasional. Berdasarkan catatan Kementerian Sosial pada 2023, hanya 16 perempuan yang memiliki gelar tersebut dari total 206 orang.

Jumlah itu setara dengan 8 persen dari total orang bergelar pahlawan nasional di Indonesia. Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah mengatakan fenomena ini menandai banyaknya perempuan yang terlupakan dalam narasi kebangsaan. “Banyak pahlawan perempuan yang kiprahnya belum tercatat,” kata Maria dalam diskusi daring pada Senin, 10 November 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Menurut Maria, minimnya perempuan bergelar pahlawan nasional bukan sekedar angka. Kondisi ini, kata dia, juga merupakan cerminan sejarah bangsa Indonesia yang masih dominan berperspektif maskulin.

Maria berujar konstruksi sejarah cenderung memberi peran pendukung untuk perempuan, bukan pelaku utama. Padahal, kata dia, keadilan gender juga mesti berlaku dalam pencatatan sejarah. “Sejarah yang adil gender adalah pondasi bagi masa depan yang berkeadilan,” ujarnya.

Tahun ini, pemerintah kembali memberikan gelar pahlawan nasional kepada sepuluh orang. Hanya ada dua perempuan, yaitu aktivis buruh, Marsinah, dan aktivis pendidikan Islam, Rahmah El Yunusiyah, yang termasuk dalam daftar tersebut.

Rahmah adalah tokoh perempuan penggerak pendidikan dan emansipasi perempuan. Ia membangun Perguruan Diniyyah Puteri di Padang Panjang pada 1923. Sekolah itu merupakan pesantren khusus perempuan pertama di Asia dan telah mencetak lulusan yang kelak menjadi tokoh.

Beberapa lulusan pesantren yang didirikan Rahmah ialah H.R. Rasuna Said sampai Nurhayati Subakat, pembuat kosmetik merek Wardah. Rahmah El Yunusiyyah lahir di Padang Panjang pada 16 Oktober 1900 dan meninggal pada 26 Februari 1969.

Pada masa revolusi fisik, Rahmah memiliki peran ganda, yakni sebagai guru di pesantren sekaligus pejuang. Dia mempelopori pembentukan unit perbekalan bagi Tentara Keamanan Rakyat di Padang Panjang. Tanggung jawabnya tak hanya pada urusan bekal, tapi juga persenjataan.

Sementara perempuan lainnya yang mendapat gelar pahlawan tahun ini adalah Marsinah. Dia merupakan buruh pabrik yang kerap mengadvokasikan hak-hak pekerja.

Marsinah lahir di Nganjuk, Jawa Timur pada 10 April 1969 dan meninggal pada 8 Mei 1993. Dia dibunuh setelah mendukung rekan-rekannya yang melakukan mogok kerja demi menuntut hak-hak buruh. Hingga saat ini, pelaku pembunuhan Marsinah masih belum jelas.

  • Related Posts

    Keluarga Marsinah Bangga Kapolri Peduli Buruh: Seperti Perjuangan Adik Kami

    Jakarta – Keluarga dari aktivis buruh, Marsinah, mengaku bangga terhadap semangat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam melindungi hak buruh di Tanah Air. Menurut keluarga, semangat itu sama seperti yang…

    Berita Terkini, Berita Hari Ini Indonesia dan Dunia | tempo.co

    Perspektif yang tajam dan ajek dari para ahli di banyak bidang. Edisi Pekan Ini Mau Gacor Malah Bocor Mau Gacor Malah Bocor Mengungkap yang tersembunyi dengan perspektif, argumen, dan data…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *