Jurnalis dan Aktivis di Batam Gelar Aksi Melawan Gugatan Amran terhadap Tempo

PULUHAN jurnalis dan aktivis di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau turun ke jalan menggelar aksi dukungan terhadap Tempo atas gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di samping kantor Pemerintah Kota Batam, Sabtu, 8 Oktober 2025. Massa menegaskan bahwa sengketa pers harus diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Pers dan pemerintah seharusnya melindungi kerja jurnalis bukan membungkam.

Pilihan Editor: Komunitas Pers Kecam Gugatan Amran Sulaiman

Aksi dimulai dengan orasi yang disampaikan jurnalis dari berbagai media dan aktivis dari berbagai latar belakang. Kegiatan yang diinisiasi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kepulauan Riau. 

Koordinator Lapangan Aksi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam M. Sya’ban mengatakan, aksi solidaritas ini muncul karena keresahan dari tindakan Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang semena-mena menggugat Tempo karena poster berita “Poles-poles Beras Busuk”. “Harusnya Mentan tahu bahwa semua kekeliruan yang terjadi pada karya jurnalistik harus diserahkan kepada Dewan Pers, bukan menempuh jalur perdata di pengadilan,” kata dia.

Aksi solidaritas ini, kata dia, tidak hanya dilakukan di Batam tetapi sudah dilakukan berbagai daerah mulai dari Jakarta, Ternate, Gorontalo, hingga Makassar. “Ini merupakan keresahan bersama. Dan kita juga mengecam adanya aksi-aksi tandingan seperti yang terjadi di Makassar sehingga menyebabkan bentrok antaraksi, serta ada indikasi pengerahan buzzer di akun-akun AJI yang menyuarakan perlawanan,” katanya.

Ketua PFI Kepri Tommy Purniawan berharap aksi hari ini membuka mata hati pengadilan agar membatalkan gugatan yang dilayangkan Menteri Amran kepada Tempo serta berharap kasus serupa tidak terulang lagi ke depannya.

“Jika kasus gugatan ini memang dilanjutkan dan inkrah, ini akan mengancam kita semua, apapun yang kita lakukan bisa diperdatakan, ini sangat bahaya. Sehingga ini harus kita lawan,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Bintang Antonio, Pemimpin Redaksi Malaka. Kata Bintang, di Kota Batam sendiri kejadian pelaporan sengketa pers secara pidana sudah pernah terjadi beberapa waktu yang lalu. Mantan pejabat Polda Kepri melaporkan tiga media sekaligus ke Polresta Barelang. “Padahal seperti disampaikan kawan-kawan tadi, bahwa semua sengketa pemberitaan harus diselesaikan di Dewan Pers,” katanya.

Bintang mengatakan kejadian-kejadian tersebut menunjukan pejabat di Indonesia tidak paham dengan aturan. “Saya kira bahwa makin banyak pejabat yang tidak memahami fungsi pers di negara demokratis ini dan kebodohan itu harus segera dihentikan,” ujarnya.

Aman Rangkuti, Jurnalis Batam Now menyuarakan keresahannya bekerja sebagai jurnalis di Kota Batam. Beberapa kali ia mendapatkan dugaan teror dan dibuntuti oleh orang dikenal. “Ini sedang kami telusuri dugaan teror tersebut, tetapi intinya kami siap melawan segala bentuk pembungkaman termasuk teror seperti ini,” katanya.

Orasi juga disampaikan jurnalis muda di Batam, Randi. Ia mengatakan, Menteri Pertanian tidak punya hak untuk membungkam pers karena jurnalis bekerja untuk kepentingan rakyat. Tidak hanya orasi, jurnalis Detik.com Alam juga menyampaikan keresahannya melalui pembacaan puisi Wiji Thukul berjudul “Bunga di Tembok”.

Aksi solidaritas juga dihadiri pers mahasiswa UKPM Universitas Riau Kepulauan (Unrika). Jamal, salah seorang perwakilan pers mahasiswa mengatakan, jurnalis turun hari ini sebagai bentuk perlawanan pembungkaman pers. “Menteri pertanian ini saya baca berita, tidak hanya sekali membungkam media, di Makassar menteri ini juga menggugat berbagai media sebelum Tempo. jadi ini harus kita lawan,” katanya.

Masyarakat Sipil Ikut BersuaraTidak hanya dari kalangan jurnalis, aksi solidaritas untuk Tempo ini juga dihadiri para aktivis independen di Kota Batam. Mereka menyuarakan penolakan gugatan Menteri Pertanian terhadap Tempo. Kiki dari komunitas litera Chiki Chump merasa terancam jika gugatan Menteri Pertanian kepada Tempo ini dibiarkan begitu saja. Menurut dia, ini bukan hanya soal Tempo, tetapi soal kebebasan berpendapat yang direnggut. “Jangan sampai kebebasan kita dikekang dan kita tidak mau orde baru hidup kembali,” katanya.

Sementara itu pendiri organisasi lingkungan di Batam Akar Bhumi Indonesia Hendrik Hermawan menyampaikan pendapatnya dengan membacakan Puisi “Pesan Pencopet kepada Pacarnya” karya W.S. Rendra. Menurut Hendrik, pembredelan Tempo bukan hanya pembredelan media, tetapi juga demokrasi. “Ketika pemerintah sudah berkoalisi besar tanpa oposisi, siapa lagi yang menjadi oposisi selain jurnalis atau aktivis. Jadi kita harus melawan pembungkaman ini,” katanya.

Fauzi dari Lembaga studi dan Bantuan Hukum Masyarakat Kepulauan juga menegaskan hal yang sama. Fauzi menyoroti kerja-kerja pengadilan belakangan ini. Menurut dia, saat ini pengadilan tidak bisa lagi menjadi tempat keadilan. “Kita bukan berarti tidak percaya pengadilan, kita tahu sendiri pengadilan ini alih-alih menjadi tempat mengadili, ia justru menjadi kuburan keadilan itu sendiri,” katanya.

Meminta Pengadilan Membatalkan Gugatan Jurnalis senior di Kota Batam juga ambil andil dalam kegiatan aksi solidaritas ini. Salah satunya Jo Seng Bie. Jurnalis senior bekas Antara ini meminta pengadilan menolak gugatan Mentan dalam putusan sela pada 17 November mendatang. “Ini teror luar biasa dari Menteri. Sangat mengerikan kalau kita diam. Kita menunggu tanggal 17 apa yang akan dilakukan hakim dengan putusan selanya,” katanya.

Begitu juga yang disampaikan Slamet Widodo jurnalis senior di Batam. Kata Widodo, kondisi pers saat ini tidak baik-baik saja. Banyak media gulung tikar, jurnalis di PHK. Menurut dia, Menteri Pertanian yang menggugat Tempo sebesar Rp 200 miliar sama aja membangkrutkan media. “Ini sama dengan 5 persen dari APBD Kota Batam. Ini sangat bahaya,” katanya. “Yang dilakukan Menteri Pertanian menunjukkan pemerintah tidak berpihak kepada pers.”

Setelah orasi massa aksi menyatakan sikap dan menandatangani dukungan melawan pembungkaman pers. Setidaknya ada enam poin tuntutan aksi yang disampaikan massa:

1. Cabut segera gugatan Menteri Pertanian terhadap Tempo, kembali tempuh jalur yang dibenarkan undang-undang yaitu penyelesaian di Dewan Pers.

2. Meminta pengadilan menghormati kewenangan Dewan Pers sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

3. Pejabat publik dan aparat hukum harus paham bahwa kekeliruan yang terjadi dalam karya jurnalistik harus diselesaikan di Dewan Pers, bukan ke pengadilan atau pidana hukum. Karena pers merupakan pilar demokrasi yang perlu perlindungan khusus melalui UU Pers.

4. Hentikan pembungkaman dan pembredelan gaya baru kepada media ataupun jurnalis yang bekerja di bawah undang-undang. Jurnalis sebagai kontrol sosial, bukan humas pemerintah.

5. Beri perlindungan hukum dan jaminan kebebasan pers bagi seluruh media dan jurnalis yang melaksanakan tugas jurnalistik secara profesional.

6.Hentikan cara-cara intimidasi dalam upaya jurnalis memperjuangkan dan melawan kebebasan pers, seperti mengerahkan buzzer ataupun massa tandingan.

  • Related Posts

    Polisi Tangkap Maling Kedua yang Tembak Hansip hingga Tewas di Cakung

    Jakarta – Polisi menangkap maling motor, pelaku kedua penembakan seorang hansip inisial AS di Cakung, Jakarta Timur. Kedua pelaku diamankan oleh Subdit Resmob Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta…

    Menteri PKP Apresiasi Kolaborasi PNM dan SMF Revitalisasi Ruang Pintar di Banyumas

    INFO NASIONAL — Melalui kolaborasi antara PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Ruang Pintar PNM di Dawuhan, Banyumas kini tampil lebih optimal dalam memberikan manfaat…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *