Politik pangan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat

Telaah

Politik pangan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat

  • Oleh Jan Prince Permata *)
  • Sabtu, 25 Oktober 2025 21:00 WIB
  • waktu baca 7 menit
Politik pangan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat
Petani memanen jagung saat panen raya jagung serentak kuartal III tahun 2025 di lahan pertanian Loa Janan, Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (27/9/2025). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz

Kedaulatan pangan sejati bukan sekadar angka dalam laporan statistik, melainkan pengalaman nyata rakyat Indonesia dari sawah yang produktif, pasar yang terjangkau, hingga dapur yang selalu memiliki bahan pangan cukup.

Jakarta (ANTARA) – “Pangan adalah soal hidup matinya bangsa.” (Bung Karno, 1952)

Politik pangan selalu menjadi cermin arah sebuah pemerintahan apakah kebijakan yang diambil berpihak kepada rakyat kecil atau sekadar menuruti mekanisme pasar.

Pada awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, publik menaruh harapan besar agar konsep kedaulatan pangan tidak berhenti di tataran retorika, tetapi hadir sebagai strategi konkret yang menyejahterakan petani dan menjamin ketenangan konsumen. Harapan besar ini masih terpelihara dalam ingatan publik dengan baik hingga saat ini.

Dalam sektor pangan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki dua pilar kelembagaan penting yaitu Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Bulog berperan sebagai pelaksana logistik dan pengelola cadangan beras pemerintah (Government Rice Reserve), sementara Bapanas menjadi perancang kebijakan sekaligus pengendali sistem pangan lintas komoditas. Keduanya ibarat “otot dan otak” yang menopang tubuh tata kelola pangan nasional.

Jika menengok ke belakang, pada masa Orde Baru stabilitas pangan menjadi fondasi utama stabilitas sosial nasional. Pemerintah saat itu berhasil menjaga keseimbangan antara harga gabah yang layak, ketersediaan beras yang cukup, dan kepercayaan publik terhadap negara.

Namun kini situasinya jauh lebih rumit. Dunia tengah berhadapan dengan perubahan iklim yang ekstrem, ketegangan geopolitik antarnegara produsen beras di Asia, serta fluktuasi nilai tukar yang berimbas langsung terhadap pasar pangan domestik.

Karena itu, politik pangan di era Prabowo tak bisa lagi berlandaskan pada logika lama yang mengukur keberhasilan dari seberapa besar stok beras di gudang, melainkan harus bergeser menuju politik presisi, yakni sistem tata kelola berbasis data, efisiensi operasional, dan keterbukaan informasi.

Per Oktober 2025, cadangan beras pemerintah mencapai sekitar 3,9 juta ton, sebagian besar hasil serapan produksi dalam negeri. Pemerintah juga menegaskan tidak akan melakukan impor hingga akhir tahun, sebuah langkah yang patut diapresiasi, tapi sekaligus menuntut akurasi dalam pengelolaan stok, penggilingan, dan distribusi agar pasokan tetap merata di pasar.

Harga beras sempat menembus Rp15.000 per kilogram pada Agustus lalu sebelum menunjukkan penurunan pada September. Situasi ini menggambarkan dilema klasik yang selalu dihadapi negara agraris yaitu bagaimana menyeimbangkan kepentingan petani agar tetap memperoleh harga jual yang layak tanpa membebani konsumen, terutama kalangan berpenghasilan rendah. Di titik inilah politik pangan benar-benar diuji antara prinsip keadilan sosial dan efisiensi ekonomi.

Dalam konteks saat ini, Bulog perlu menegaskan dirinya sebagai operator berbasis data (data-driven operator), yakni lembaga yang mengambil keputusan berdasarkan informasi stok, mutu, dan pergerakan harga secara real-time atau waktu sesungguhnya. Teknologi informasi harus menjadi tulang punggung setiap langkah operasional.

Penerapan Warehouse Management System (WMS) dengan sistem digital yang memantau suhu, kelembapan, dan rotasi stok di gudang akan membantu menjaga kualitas beras dan meminimalkan kerugian. Di sisi lain, Bapanas perlu memperkuat integrasi data pangan nasional (One Data Food System), yaitu sistem terpadu yang menyatukan informasi dari hulu hingga hilir, mulai dari petani, penggilingan, hingga jaringan ritel.

Transparansi semacam ini sangat penting. Publik perlu mendapatkan akses ke informasi stok, harga, dan jalur distribusi melalui dashboard terbuka yang mudah dipahami. Ketika masyarakat mengakses data yang sama dengan yang dimiliki pemerintah, kepercayaan tumbuh dan ruang spekulasi bisa ditekan.

Baca juga: Keluar dari jebakan politik perberasan

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Jepang-AS perkuat industri galangan kapal, AI, saat Trump ke Tokyo

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Jepang-AS perkuat industri galangan kapal, AI, saat Trump ke Tokyo Sabtu, 25 Oktober 2025 23:01 WIB waktu baca…

    Gubernur Sulbar ajak masyarakat jaga budaya di tengah arus modernisasi

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Gubernur Sulbar ajak masyarakat jaga budaya di tengah arus modernisasi Sabtu, 25 Oktober 2025 22:57 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *