Pelajaran demokrasi dari “Tuntutan 17+8”

Telaah

Pelajaran demokrasi dari “Tuntutan 17+8”

  • Oleh Dr Eko Wahyuanto *)
  • Sabtu, 6 September 2025 15:32 WIB
  • waktu baca 6 menit
Pelajaran demokrasi dari
Peserta aksi membawa poster dan bermain balon air saat mengikuti Aksi Piknik Nasional Rakyat di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/bar

Jakarta (ANTARA) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya merespons desakan publik melalui gerakan “Tuntutan 17+8”, dengan menetapkan enam poin keputusan.

Di antara enam poin keputusan tersebut adalah penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR mulai 31 Agustus 2025, serta moratorium kunjungan ke luar negeri, kecuali untuk urusan kenegaraan yang jelas dan terverifikasi.

Dua isu utama yang menjadi sorotan publik adalah fasilitas perumahan dan perjalanan luar negeri, yang selama ini dianggap sebagai simbol kemewahan. Keputusan penghentian ini menjadi sinyal bahwa DPR mulai menyadari adanya ketimpangan antara fasilitas yang dinikmati dan realitas kehidupan rakyat yang mereka wakili.

Meski demikian, demonstran tetap menuntut kejelasan terkait mekanisme pengawasan dan implementasi kebijakan tersebut. Mereka khawatir keputusan ini hanya akan menjadi janji di atas kertas, terutama terkait definisi dan batasan kunjungan “kenegaraan” yang masih kabur.

Selain itu, tunjangan dan fasilitas lain, seperti biaya listrik, telepon, komunikasi intensif, dan transportasi juga dipangkas karena dinilai tidak esensial.

Salah satu keputusan yang dianggap paling signifikan adalah penonaktifan anggota DPR oleh partainya. Langkah ini dipandang sebagai tonggak penting, sebuah benchmarking menuju tatanan baru yang lebih akuntabel dan berintegritas di tubuh DPR.

Salah satu komitmen yang dicatat untuk memperkuat transparansi dan partisipasi publik adalah pembukaan mekanisme konsultasi publik melalui platform digital.

Langkah ini diharapkan bukan sekadar jargon yang mudah terlupakan, melainkan menjadi bagian dari reformasi yang visioner, konstruktif, dan strategis.

Masyarakat tidak menuntut pengumuman megah atau daftar keputusan yang terdengar manis. Yang dibutuhkan adalah perubahan nyata: efisiensi anggaran, peningkatan kualitas legislasi, dan wakil rakyat yang benar-benar mencerminkan suara serta hati nurani konstituennya.

Transparansi semacam ini harus dapat dipantau langsung oleh publik, hari demi hari, bukan hanya disampaikan dalam konferensi pers yang seremonial. Tanpa pengawasan yang berkelanjutan dan keterlibatan publik yang nyata, keputusan ini berisiko menjadi sekadar catatan kaki dalam sejarah panjang ketidakpercayaan terhadap lembaga legislatif.

Situasi terkini di Indonesia turut dipantau oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amnesty International.

Keberhasilan pemerintah dalam merespons tuntutan rakyat dinilai dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai model demokrasi terbesar di dunia Muslim. Hal ini, sekaligus membuka peluang kerja sama bilateral yang lebih luas, termasuk dukungan teknis dari mitra internasional, seperti Uni Eropa.

Keputusan strategis ini berpotensi meningkatkan kredibilitas pemerintah di mata dunia, serta memperkuat kepercayaan investor terhadap stabilitas politik dan arah reformasi yang dijalankan.

Dengan memenuhi aspirasi publik secara nyata, pemerintah tidak hanya membangun legitimasi demokratis, tetapi juga menciptakan fondasi yang lebih kokoh bagi stabilitas ekonomi nasional, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap arus investasi asing dan dinamika perdagangan internasional.

Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengandalkan ekosistem teknologi informasi untuk memperkuat demokrasi. Di bawah kerangka Dewan Perdagangan dan Teknologi (TTC), mereka mengembangkan koordinasi lintas sektor, memperkuat rantai pasok teknologi, serta membangun tata kelola data dan platform digital yang aman.

Sistem pemantauan dan pengawasan demokrasi yang mereka bangun mampu mencegah penyalahgunaan kekuasaan, sekaligus mendengar aspirasi publik secara langsung. Model ini terbukti meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam proses demokrasi.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    IATF 2025 tingkatkan kerja sama perdagangan dan investasi di Afrika

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi IATF 2025 tingkatkan kerja sama perdagangan dan investasi di Afrika Sabtu, 6 September 2025 17:27 WIB waktu baca…

    Tembakau menjadi pembahasan RUU Komoditas Strategis DPR

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Tembakau menjadi pembahasan RUU Komoditas Strategis DPR Sabtu, 6 September 2025 17:26 WIB waktu baca 2 menit Aggota…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *