ITS teliti adaptasi tanaman suboptimal untuk ketahanan pangan

ITS teliti adaptasi tanaman suboptimal untuk ketahanan pangan

  • Selasa, 26 Agustus 2025 16:54 WIB
  • waktu baca 2 menit
ITS teliti adaptasi tanaman suboptimal untuk ketahanan pangan
Prof Tutik Nurhidayati saat meneliti kultur jaringan dengan aplikasi zat pengatur tumbuh dan polietilen glikol guna hasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap cekaman kekeringan. ANTARA/HO-Humas ITS

Penelitian itu diharapkan memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mengoptimalkan lahan suboptimal

Surabaya (ANTARA) – Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Tutik Nurhidayati meneliti fisiologi tumbuhan untuk mendukung ketahanan pangan melalui adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik di lahan suboptimal.

“Karena sifatnya sesil atau tidak bisa bergerak, tumbuhan harus beradaptasi dengan kondisi ekstrem seperti kekeringan, salinitas, maupun genangan,” kata Tutik di Surabaya, Selasa.

Profesor dari Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) ITS itu menemukan gen penting yang membantu tanaman bertahan. Pada porang, gen pembentuk gula dan dinding sel berperan menghadapi kekeringan dan salinitas.

Sementara pada tembakau, gen yang mengatur metabolisme dan hormon stres membantu tanaman tetap hidup saat tergenang air.

Baca juga: Dinas Pendidikan Jatim ajak sekolah produktifkan lahan tak terpakai

“Setiap spesies punya cara berbeda untuk beradaptasi, bahkan satu gen saja bisa menjadi temuan baru,” katanya.

Selain faktor genetik, Tutik juga memanfaatkan mikoriza, rhizobakteria, serta kultur jaringan. Teknologi ini membuat tanaman tetap produktif di lahan marginal. Kultur jaringan porang, misalnya, mampu menghasilkan bibit unggul bebas penyakit sepanjang tahun.

Penelitian itu diharapkan memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mengoptimalkan lahan suboptimal.

“Melalui fisiologi tumbuhan, kita dapat menciptakan bibit unggul dan memperbaiki lahan dengan bantuan mikroorganisme, sehingga produksi tanaman tetap optimal,” ujar perempuan kelahiran Magetan, 10 September 1972 tersebut.

Baca juga: Madiun beri pembinaan bagi pengurus lumbung padi jaga ketahanan pangan

Riset ini juga melibatkan kolaborasi lintas disiplin bersama peneliti kimia dan teknik kimia untuk mengembangkan porang menjadi tepung dan beras glukomanan dengan kandungan oksalat berkurang sehingga dapat dimanfaatkan industri pangan maupun kesehatan.

Tutik menegaskan, risetnya mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin kedua tentang ketahanan pangan.

“Dengan fisiologi tumbuhan, kita bisa menjaga ketersediaan pangan sekaligus menyelamatkan bumi dari ancaman krisis lingkungan,” katanya.

Baca juga: Legislator: Surplus beras harus jadi berkah bagi rakyat

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Berita Terkini, Berita Hari Ini Indonesia dan Dunia | tempo.co

    Perspektif yang tajam dan ajek dari para ahli di banyak bidang. Edisi Pekan Ini Gegeran Pangan Gegeran Pangan Mengungkap yang tersembunyi dengan perspektif, argumen, dan data yang solid. Indikator 25…

    Apa Itu Rafflesia Hasseltii? Bunga Langka yang Ditemukan di Sumsel

    Jakarta – Rafflesia hasseltii kembali menjadi sorotan setelah ditemukan mekar di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan (Sumsel). Temuan ini menarik perhatian karena jenis tersebut termasuk bunga langka yang…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *