Ahmad Doli: 80 tahun Indonesia merdeka momen refleksi arah demokrasi

Ahmad Doli: 80 tahun Indonesia merdeka momen refleksi arah demokrasi

  • Rabu, 20 Agustus 2025 17:57 WIB
  • waktu baca 3 menit
Ahmad Doli: 80 tahun Indonesia merdeka momen refleksi arah demokrasi
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia (ANTARA/dok pribadi)

“Itu semua penting, tetapi demokrasi sejatinya bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai cita-cita negara,”

Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan bahwa peringatan 80 tahun Indonesia merdeka sekaligus 27 tahun perjalanan reformasi harus menjadi momentum untuk melakukan refleksi mendalam mengenai arah demokrasi bangsa.

Menurutnya, demokrasi Indonesia tidak boleh lagi hanya berhenti pada dimensi prosedural, tetapi harus dimaknai lebih substansial sebagai instrumen untuk mencapai tujuan bernegara. Selama ini, bangsa cenderung menempatkan demokrasi sebatas pada simbol dan prosedural, misalnya dengan pemilu, kebebasan pers, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.

“Itu semua penting, tetapi demokrasi sejatinya bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai cita-cita negara,” kata Doli dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

Sejak kemerdekaan 1945, menurut dia, Indonesia selalu menggunakan konsep demokrasi dalam berbagai bentuknya. Pada era Presiden Soekarno dikenal istilah Demokrasi Terpimpin, kemudian di masa Presiden Soeharto lahir konsep Demokrasi Pancasila atau Demokrasi Pembangunan.

Namun, ia menilai secara esensial standar demokrasi baru benar-benar dirasakan sejak era Reformasi tahun 1998. Menurut dia, tragedi 1998 melahirkan reformasi yang membuat rakyat lebih banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasuk melalui pemilu langsung baik legislatif, presiden, maupun kepala daerah. Itu kemajuan besar.

“Tetapi setelah enam kali pemilu, kita harus bertanya. apakah demokrasi yang kita jalankan ini benar-benar mendekatkan bangsa kepada cita-cita kemerdekaan?” katanya.

Menurut dia, ukuran keberhasilan demokrasi tidak cukup diukur dari seringnya rakyat memilih dalam pemilu, tetapi apakah hasilnya membawa bangsa ini semakin adil, sejahtera, cerdas, dan berdaulat.

Dia mengingatkan bahwa tujuan bernegara sudah jelas tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan keadilan dan perdamaian abadi.

Baca juga: Golkar bersyukur Setya Novanto bebas bersyarat

Baca juga: Waketum Golkar: Setya Novanto masih berstatus sebagai kader partai

“Itulah tolok ukur utama. Demokrasi harus digunakan sebagai instrumen untuk mencapainya,” katanya.

Secara filosofis, menurut dia, demokrasi substansial berarti demokrasi yang melahirkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Dengan kata lain, demokrasi tidak boleh menjadi ruang pragmatisme politik, tetapi harus menghasilkan peradaban yang berintegritas, berkeadilan, dan mensejahterakan rakyat.

Sejauh ini, dia menikai perjalanan demokrasi Indonesia selama 27 tahun reformasi memang menunjukkan kemajuan, tetapi kerap berjalan lambat. Karena itu, sudah saatnya bangsa ini melakukan lompatan.

Dalam teori ilmu sosial-politik, menurut dia, usia 20-25 tahun merupakan masa krusial untuk melakukan perubahan mendasar. Indonesia kini memasuki usia 27 tahun reformasi, dan 80 tahun merdeka.

“Ini momentum emas untuk melakukan koreksi sistem politik dan ketatanegaraan agar lebih substansial,” katanya.

Dengan begitu, dia mengatakan bahwa sistem pemilu, mekanisme pilkada langsung atau kembali ke DPRD, hingga format pemilu serentak, harus menjadi bahan diskusi terbuka dan melibatkan berbagai pandangan. Menurut dia, isu tersebut kini tengah hangat diperbincangkan.

“Diskusi tentang demokrasi tidak boleh dihentikan oleh satu pandangan atau keputusan sepihak. Sebaliknya, harus dibuka seluas-luasnya agar kita memiliki banyak alternatif dan kesepakatan yang kokoh untuk membangun sistem politik yang lebih baik,” kata dia.

Dia menilai pembenahan sistem politik dan demokrasi di hulu akan berdampak pada seluruh sektor pembangunan bangsa. Jika sistem politik dan sistem hukum sehat, maka pembangunan di bidang lain akan ikut terdorong.

“Karena itu, kita perlu menata demokrasi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan. bernegara. Kalau itu bisa kita lakukan, 25 hingga 27 tahun ke depan kita bisa memasuki fase kedua reformasi dengan lompatan besar menuju Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan berdaulat,” kata dia.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Menaker lepas delegasi Indonesia ke ajang WorldSkills ASEAN 2025

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Menaker lepas delegasi Indonesia ke ajang WorldSkills ASEAN 2025 Rabu, 20 Agustus 2025 19:58 WIB waktu baca 2…

    Sejarah singkat Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 25 Agustus

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Sejarah singkat Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 25 Agustus Rabu, 20 Agustus 2025 19:58 WIB waktu baca 2 menit…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *