Tarif dan kesepakatan perdagangan Trump tuai kecaman dari pakar

Tarif dan kesepakatan perdagangan Trump tuai kecaman dari pakar

  • Selasa, 5 Agustus 2025 00:14 WIB
  • waktu baca 4 menit
Tarif dan kesepakatan perdagangan Trump tuai kecaman dari pakar
Ilustrasi – Warga melakukan aksi unjuk rasa. (Xinhua)

New York (ANTARA) – Putaran baru langkah tarif besar-besaran Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pendekatannya terhadap negosiasi perdagangan baru-baru ini telah menuai kritik keras dari para ahli di dalam dan luar negeri.

Trump tidak hanya menandatangani perintah eksekutif untuk memodifikasi lebih lanjut tarif bagi 69 mitra dagang, tetapi juga mengumumkan beberapa kesepakatan perdagangan penting yang oleh para kritikus dianggap “berlebihan, salah, dan palsu.”

“Apa pun kemajuan yang dicapai sebagai bagian dari perjanjian perdagangan dan tarif bea baru ini akan dibayar dengan harga yang sangat mahal, yaitu kenaikan tarif AS yang signifikan dan hilangnya kepercayaan dengan mitra-mitra utama AS,” ujar Jake Colvin, kepala Dewan Perdagangan Luar Negeri Nasional AS.

“Meresmikan tarif tertinggi di AS sejak Depresi Besar (Great Depression), ditambah dengan ketidakpastian yang sedang terjadi, merupakan resep untuk membuat bisnis AS kurang kompetitif secara global dan merugikan konsumen, sekaligus merusak hubungan dengan sekutu geopolitik dan mitra dagang yang dekat,” kata Colvin dalam sebuah laporan Wall Street Journal (WSJ) baru-baru ini.

“Saat ini, tarif AS berada pada level yang belum pernah terjadi dalam satu abad, yang akan mengakibatkan ratusan miliar dolar AS pajak baru yang sebagian besar akan ditanggung oleh perusahaan dan konsumen AS,” kata Scott Lincicome, wakil presiden ekonomi umum dan perdagangan di Cato Institute.

Kebijakan perdagangan masih belum pasti dan sistem tarif AS telah berubah, dari yang dulunya sederhana dan transparan menjadi labirin rumit dengan berbagai persyaratan baru.

Kondisi ini akan sangat memberatkan pelaku usaha kecil AS yang tidak mampu membayar jasa pengacara dan akuntan mahal, ataupun menanggung beban tarif tinggi dan denda akibat ketidakpatuhan, menurut laporan The Washington Post pada Jumat (1/8), mengutip Lincicome.

Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, mengatakan bahwa tingkat tarif efektif AS, yang dimulai tahun ini pada angka sedikit di atas 2 persen, tampaknya akan bertahan di kisaran 15 persen dan 20 persen.

“Kerusakan ekonomi akibat tarif semakin meningkat … Dampaknya akan segera terlihat jelas seiring meningkatnya inflasi dan ketika para pelaku bisnis menyadari bahwa tarif yang lebih tinggi ini akan terus berlaku,” kata Zandi dalam artikel di The Washington Post.

“Kendati para ekonom sering tidak sepakat dalam banyak hal, mereka hampir secara universal sepakat bahwa tarif berskala luas, seperti yang sedang diterapkan saat ini, adalah ide yang buruk,” kata Zandi.

“Ketidakpastian mulai mereda seiring dengan semakin banyaknya kesepakatan perdagangan, tetapi tarif mungkin akan lebih tinggi dari perkiraan, sehingga menimbulkan risiko bagi prakiraan kami,” demikian menurut catatan riset yang ditulis Claudio Irigoyen dan Antonio Gabriel, ekonom global di Bank of America Global Research, pada Jumat.

Tarif yang lebih tinggi dari perkiraan menimbulkan risiko kenaikan pada perkiraan inflasi dan risiko penurunan pada proyeksi pertumbuhan, menurut catatan penelitian itu.

“Ini adalah tembok tarif yang sangat tinggi,” kata Deborah Elms, kepala kebijakan perdagangan di Hinrich Foundation.

“Dampak negatifnya akan jauh lebih tinggi bagi perusahaan-perusahaan AS dan konsumen AS yang pasti akan merespons dengan membeli lebih sedikit,” kata Elms seperti dikutip dalam laporan Bloomberg pada Jumat.

“Meskipun kita belum sepenuhnya kembali ke sistem 'hukum rimba', kita telah mengambil beberapa langkah besar kembali ke arah itu,” kata Stephen Olson, peneliti senior tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute dan mantan negosiator perdagangan AS, dalam laporan CNBC pada Jumat.

“Kita telah melihat banyak perubahan dalam rezim tarif AS hingga saat ini, dan masih ada kemungkinan perubahan lainnya. Perusahaan akan berhati-hati dalam berinvestasi dan menyusun rencana selama ketidakpastian masih ada,” kata Jonathan Kearns, kepala ekonom di perusahaan manajemen investasi Australia, Challenger Ltd.

Kearns, mantan pejabat tinggi di Reserve Bank of Australia (RBA), memperkirakan dampak yang lebih besar terhadap konsumen AS dalam beberapa bulan mendatang, menurut laporan Bloomberg.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Simak lagi warta soal aturan putar musik, angka pengunjung GIIAS 2025

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Simak lagi warta soal aturan putar musik, angka pengunjung GIIAS 2025 Selasa, 5 Agustus 2025 06:53 WIB waktu…

    Hukum kemarin, upaya penggeledahan Jampidsus hingga RK akan tes DNA

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Hukum kemarin, upaya penggeledahan Jampidsus hingga RK akan tes DNA Selasa, 5 Agustus 2025 06:51 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *