
Telaah
Membangun kota rendah emisi lewat bangunan gedung hijau
- Oleh Malindo Wardana*)
- Kamis, 26 Juni 2025 23:23 WIB
- waktu baca 6 menit

Model kolaboratif seperti ini memperlihatkan, ketika berbagai pihak bergerak bersama, dekarbonisasi sektor bangunan menjadi lebih mungkin diwujudkan
Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumawati baru-baru ini berbicara di forum ARCH:ID, menekankan pentingnya penerapan bangunan gedung hijau (BGH) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Diana menyatakan, krisis iklim dan disrupsi teknologi telah membuat peran arsitektur menjadi lebih signifikan untuk mereduksi emisi karbon di sektor bangunan, yang di antaranya dapat dilakukan melalui penggunaan energi terbarukan dan prinsip bangunan gedung hijau.
Pernyataan itu dapat menjadi salah satu indikasi bahwa pemerintah menaruh perhatian besar agar bangunan berkontribusi pada pencapaian target iklim, mengingat sektor ini menjadi salah satu kontributor terbesar emisi.
Menurut Peta Jalan Penyelenggaraan dan Pembinaan BGH dari Kementerian PUPR, kini dipisah menjadi Kementerian PU dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), bangunan gedung menyumbang rata-rata 33 persen emisi GRK sepanjang 2011–2021.
Salah satu penyebabnya adalah tingginya konsumsi energi bangunan gedung, yang menurut riset Financing Green Buildings in Indonesian Cities (2024), bangunan menyumbang 23 persen dari total konsumsi nasional.
Peralihan bangunan konvensional menjadi BGH dapat membantu mengurangi potensi peningkatan konsumsi energi yang diprediksi mencapai 40 persen pada 2030.
Padahal tingginya konsumsi energi yang bersumber dari energi fosil terbukti turut berkontribusi pada polusi udara di perkotaan.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk kawasan Jabodetabek, kontribusi sektor energi terhadap polusi udara mencapai 34 persen.
Penerapan BGH yang mengedepankan efisiensi energi, air, dan material pun menjadi krusial. Kementerian PUPR memperkirakan, penerapan BGH secara masif dalam jangka panjang dapat mengurangi konsumsi energi hingga 31–54 persen dan menurunkan emisi karbon sekitar 37 juta ton pada 2030. Jika upaya ini diperluas ke tingkat kawasan, dampaknya akan sangat signifikan.
Studi International Energy Agency memperkirakan efisiensi bangunan yang diterapkan konsisten di Asia Tenggara dapat memangkas emisi karbon hingga 60 persen pada 2040.
Laporan ASEAN Energy Outlook 2022 juga menempatkan sektor bangunan sebagai prioritas utama dalam strategi efisiensi energi kawasan. Karena itu, Indonesia perlu meresponsnya dengan kebijakan yang lebih menyeluruh dan terintegrasi.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Pakar: Kota rendah karbon penting diwujudkan untuk dukung target NDC
- 14 November 2024
IKN komitmen jadi kota rendah emisi karbon
- 15 Agustus 2023
Koalisi Ibu Kota usul perluasan zona rendah emisi di Jakarta
- 16 September 2022
LEZ jadikan kualitas udara di Kota Tua membaik
- 15 Februari 2021
Rekomendasi lain
Lirik lagu viral TikTok “Stecu Stecu” oleh Faris Adam
- 17 April 2025
4 cara cek nomor IMEI OPPO dan keasliannya
- 9 Agustus 2024
Cara agar terdaftar di DTKS dan cek status penerima Bansos
- 4 Februari 2025
Lirik lagu Lady Gaga dan Bruno Mars “Die With a Smile”
- 27 Agustus 2024
Daging biawak halal atau haram dalam Islam?
- 17 September 2024
Deretan 5 kota di Indonesia dengan biaya hidup termahal
- 8 Oktober 2024
Kenali ciri-ciri terkena penyakit ain dan cara menyembuhkannya
- 25 September 2024