
Artikel
Memutus rantai penularan TBC dari rumah ke rumah
- Oleh Siti Nurhaliza
- Rabu, 25 Juni 2025 09:24 WIB
- waktu baca 7 menit

Jakarta (ANTARA) – Di balik gemerlapnya Jakarta, ada sebuah program penuh manfaat yang bergerak perlahan tapi pasti, yakni Kampung Siaga TBC.
Kampung Siaga TBC adalah inisiatif akar rumput yang digerakkan bukan oleh para dokter berseragam putih, melainkan para ibu rumah tangga, kader kesehatan, dan aparat lingkungan.
Mereka menyatukan semangat dalam langkah kecilnya, namun berpegang pada satu tujuan besar yakni Indonesia bebas TBC. Gerakan ini lahir dari keyakinan sederhana untuk melawan salah satu penyakit paling mematikan di negeri ini.
Perlawanan terhadap TBC bukan hanya dibebankan pada rumah sakit dan puskesmas, melainkan penularan TBC bisa dihentikan jika dimulai dengan mengetuk rumah-rumah warga.
Program itu dilakukan di salah satu Kampung Siaga TBC di RW 06 Rambutan, Jakarta Timur. Satu kampung dari 274 desa siaga lainnya yang tersebar di kelurahan se-Jakarta.
Di sana kita bisa menemukan wajah-wajah pahlawan tanpa tanda jasa yang kerap disebut kader siaga TBC.
Para ibu rumah tangga itu dilatih secara khusus untuk mengenali gejala TBC, memberikan edukasi kepada warga, mendampingi pasien dalam pengobatan, bahkan memantau langsung melalui sarana dan prasarana untuk memastikan obat diminum tepat waktu.
Setiap pagi, mereka menyapa tetangga satu per satu, menanyakan kabar, dan secara perlahan membuka percakapan soal batuk yang tak kunjung sembuh, demam berkepanjangan, atau nafsu makan yang menurun.
Mereka harus menyusuri gang-gang sempit, mengetuk pintu rumah warga satu per satu, mengedukasi, mendengarkan keluhan, hingga menyemangati pasien agar tetap taat pada pengobatan yang panjang dan melelahkan.
Senyum mereka mungkin sederhana, tapi bagi pasien TBC, mereka menjadi salah satu penyambung harapan dan dukungan psikologis.
“Lebih banyak orang yang peduli, lebih banyak juga orang dapat memahami pentingnya pencegahan dan pengobatan,” kata salah satu kader Kampung Siaga TBC di RW 06 Kampung Rambutan, Sulastri (41).
Sulastri menilai, perjuangan para ibu bukan tanpa tantangan. Di beberapa wilayah, masih banyak warga yang menganggap TBC sebagai aib.
Menurut dia, ibu rumah tangga memiliki kekuatan lebih sebagai figur yang akrab, dipercaya, dan dekat dengan warga. Mereka bisa masuk lewat empati, dengan pendekatan dari hati ke hati, dan menembus dinding stigma yang tak bisa ditembus oleh petugas resmi.
Baca juga: Penanganan TBC di DKI lebih ke promotif berbasis kewilayahan
Baca juga: Mengayuh ontel demi jemput pasien TBC di Pela Mampang
Baca juga: Lebih dari 100 RW di Jakarta Barat sudah jadi “Kampung Siaga TBC”
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Sudinkes Jakbar catat 2.189 kasus TBC sejak awal 2025
- Kemarin 14:06
DKI telah temukan 20 ribu lebih penderita TBC
- 22 Juni 2025
Jakpus tangani 3.364 pasien TBC
- 20 Juni 2025
Empat langkah cegah penularan TBC
- 19 Juni 2025
Rekomendasi lain
Khusnul Khotimah atau Husnul Khotimah, mana yang benar?
- 19 Agustus 2024
Cara mengisi token listrik pada meteran
- 5 Agustus 2024
Pandangan Islam terkait orang yang tidak membayar utang
- 18 September 2024
Puasa Ayyamul Bidh, amalan puasa selama setahun dan keutamaannya
- 16 November 2024
Cara dan syarat balik nama sertifikat tanah
- 7 Agustus 2024
Program bansos 2025: Ini syarat dan cara daftar jadi penerima
- 17 Desember 2024