AstraZeneca-Kemenkes gan PDPI edukasi tata laksana asma pada nakes

AstraZeneca-Kemenkes gan PDPI edukasi tata laksana asma pada nakes

  • Sabtu, 21 Juni 2025 08:23 WIB
  • waktu baca 3 menit
AstraZeneca-Kemenkes gan PDPI edukasi tata laksana asma pada nakes
Penandatanganan perjanjian oleh  Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid (dua kanan) bersama Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay (dua kiri) di Jakarta, Selasa (27/5/2025).   Antara/HO-astrazeneca)

Jakarta (ANTARA) – AstraZeneca bersama Kementerian Kesehatan dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memberikan edukasi dan sosialisasi soal tata laksana asma pada tenaga kesehatan (nakes), pasien dan masyarakat.

“Kami mendukung transisi ke pendekatan pengobatan asma yang lebih holistik dan berorientasi pada pencegahan dan pengendalian agar lebih banyak pasien dapat hidup lebih sehat, aktif, dan bebas dari kekambuhan,” kata Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu.

Esra menjelaskan kegiatan yang diselenggarakan mengacu pada pedoman Global Initiative for Asthma (GINA) 2025, yang menegaskan bahwa terapi SABA tunggal tidak lagi direkomendasikan sebagai pengobatan asma, karena hanya meredakan gejala sementara tanpa mengatasi peradangan sebagai penyebab utama penyakit.

Baca juga: PDPI sebut pemerintah wajib penuhi hak warga hirup udara bersih

Sebagai gantinya, GINA merekomendasikan penggunaan terapi berbasis pelega antiinflamasi, yaitu kombinasi Inhaled Corticosteroid (ICS) –formoterol, yang dapat meredakan gejala secepat dan seefektif Short-acting beta-agonists (SABA), sekaligus bekerja mengurangi peradangan yang mendasari munculnya gejala asma. Sejumlah studi menunjukkan bahwa penggunaan SABA jangka panjang dapat meningkatkan risiko eksaserbasi hingga kematian.

Oleh karena itu, pendekatan terapi kombinasi ICS–formoterol kini direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama asma untuk tatalaksana asma yang lebih baik.

Bersama dengan Kementerian Kesehatan, pihaknya melaksanakan sosialisasi pedoman terbaru GINA dalam rangka peningkatan kapasitas teknis nakes di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Ada sekitar 500 dokter yang hadir di acara itu.

“Dengan kolaborasi lintas sektor, AstraZeneca optimistis pendekatan baru dalam tata laksana asma ini dapat membantu lebih banyak pasien di Indonesia menjalani hidup yang lebih baik, aktif dan terbebas dari serangan berulang,” ujar dia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menekankan bahwa pemerintah terus berupaya memperkuat layanan penanganan asma melalui upaya promotif, preventif, serta pendekatan pengobatan yang berkelanjutan, termasuk peningkatan kualitas layanan di puskesmas sebagai garda terdepan.

“Kolaborasi dengan mitra seperti AstraZeneca menjadi bagian penting dalam memperluas akses layanan asma yang komprehensif dan sesuai dengan pedoman terbaru,” kata Nadia.

Baca juga: Kenali ciri gejala penyakit asma dan cara mengobatinya

Baca juga: Mahasiswa Itera kembangkan alat deteksi dini gejala asma

Bersama PDPI, lanjutnya, telah menyelenggarakan sesi edukasi bagi 400– 500 dokter spesialis paru dengan tema Make Inhaled Treatments Accessible for All. Kegiatan ini menekankan pentingnya penggunaan terapi inhalasi yang tepat, serta membahas risiko penggunaan SABA tunggal dan tata laksana asma jangka panjang dan eksaserbasi sesuai GINA 2025.

Sekretaris Jenderal PDPI Anna Rozaliyani menambahkan bahwa kolaborasi antara PDPI dan AstraZeneca merupakan langkah strategis dalam memperkuat pemahaman klinis dan mendorong implementasi penatalaksanaan asma yang lebih komprehensif sesuai pedoman global.

“Melalui edukasi yang berkelanjutan kepada tenaga medis, kami berharap pengenalan gejala, diagnosis dini, hingga pemilihan terapi, khususnya terapi yang tepat dapat dilakukan secara lebih akurat,” kata dia.

Pada tahun 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan asma dialami oleh sekitar 262 juta orang di seluruh dunia dan menjadi penyebab sekitar 455 ribu kematian. Di Indonesia, prevalensi asma yang didiagnosis oleh dokter tercatat sebesar 1,6 persen, dengan hampir 58,3 persen pasien mengalami kekambuhan dalam kurun waktu 12 bulan terakhir.

Jika tidak dikenali dan ditangani sejak dini, asma bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih berat dan berdampak besar bahkan kematian.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Peneliti China kembangkan satelit untuk hitung emisi PLTU batu bara

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Peneliti China kembangkan satelit untuk hitung emisi PLTU batu bara Sabtu, 21 Juni 2025 13:16 WIB waktu baca…

    Menlu Iran kecam serangan Israel dalam pertemuan PBB

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Menlu Iran kecam serangan Israel dalam pertemuan PBB Sabtu, 21 Juni 2025 13:12 WIB waktu baca 2 menit…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *