Navigasi peta investasi di tengah perang Iran-Israel

Telaah

Navigasi peta investasi di tengah perang Iran-Israel

  • Oleh Hanni Sofia
  • Selasa, 17 Juni 2025 03:07 WIB
  • waktu baca 5 menit
Navigasi peta investasi di tengah perang Iran-Israel
Ilustrasi – Pekerja melintas di depan layar digital yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.(ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nz/am.)

Jakarta (ANTARA) – Krisis antara Iran dan Israel yang kembali memanas sejak serangan udara pada 13 Juni 2025 menjadi pengingat paling mutakhir bahwa benturan senjata di satu titik dunia bisa menciptakan guncangan yang terasa hingga ke layar-layar saham dan dompet investor di seluruh dunia.

Dalam hitungan jam setelah rudal meluncur dan instalasi energi Iran jadi sasaran, harga minyak melonjak, emas menyentuh rekor tertinggi sejak April, dan Bitcoin kembali menari dalam volatilitasnya.

Tak butuh waktu lama pula bagi indeks-indeks saham global, termasuk IHSG, untuk merespons dengan koreksi yang menunjukkan betapa rapuhnya rasa percaya pasar terhadap stabilitas geopolitik.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Setiap kali konflik meletus di wilayah sensitif seperti Timur Tengah terutama yang berkaitan dengan pasokan energi dunia pasar selalu memberikan reaksi spontan.

Namun yang membedakan situasi kali ini adalah kompleksitas variabel yang menyertainya. Di satu sisi, ada keputusan suku bunga The Fed yang juga ditunggu-tunggu pasar minggu ini, yang dapat memengaruhi aliran modal global dan nilai tukar.

Di sisi lain, terdapat pula tren jangka menengah yang mulai memperlihatkan gejala pelemahan ekonomi riil akibat akumulasi utang di berbagai negara besar, terutama Amerika Serikat.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus berpendapat, di sisi lain pasar juga sedang mencermati rilis data ekonomi China, dan juga memantau meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Pelaku pasar masih mencermati konflik yang meningkat antara Israel dan Iran, yang saling serang selama tiga hari berturut-turut pada Minggu (15/06), dan kedua negara berjanji untuk terus membalas.

Dengan latar seperti ini, kerap kali muncul anggapan bahwa perang nyatanya memberikan celah bagi sejumlah negara untuk memanfaatkan kekacauan global demi meredam persoalan domestik mereka.

Israel, misalnya, kini dipimpin oleh koalisi yang rapuh, dan seperti banyak rezim yang pernah ada dalam sejarah, memperpanjang konflik eksternal kerap menjadi jalan keluar dari tekanan internal.

Amerika Serikat pun tidak bisa dilepaskan dari logika ini. Dengan utang yang terus menumpuk dan polarisasi politik yang mengakar dalam, keterlibatan dalam konflik global sering dijadikan alasan untuk mempertahankan status quo fiskal dan memperluas anggaran militer.

Bagi investor, realitas ini menghadirkan situasi paradoks, di tengah penderitaan yang ditimbulkan perang, muncul pula peluang untuk menyusun strategi investasi yang lebih adaptif dan antisipatif.

Harga minyak

Salah satu dampak paling nyata terlihat di sektor energi. Dengan Iran sebagai pengendali sisi utara Selat Hormuz, setiap ancaman terhadap jalur pelayaran minyak di wilayah ini langsung mendorong harga minyak mentah ke atas.

Meski tampaknya menjanjikan untuk berinvestasi langsung dalam komoditas minyak, kenyataannya pasar ini sangat dikendalikan oleh kepentingan politik dan manuver organisasi seperti OPEC.

Lonjakan harga yang terlalu tajam justru menciptakan volatilitas tinggi, yang seringkali sulit dikelola oleh investor ritel. Maka, banyak investor beralih ke aset yang dinilai lebih aman seperti emas dan Bitcoin.

Kenaikan emas ke atas 3.400 dolar AS dan Bitcoin yang kembali ke kisaran 105.000 dolar AS menjadi bukti bahwa aset safe haven masih memiliki daya tarik kuat dalam iklim penuh ketidakpastian.

Namun, jangan keliru memandang Bitcoin sekadar sebagai pengganti emas dalam versi digital. Meski memiliki reputasi sebagai aset dengan volatilitas ekstrem, Bitcoin kini telah menjadi alat lindung nilai (hedging) baru yang cukup strategis bagi investor yang berani.

Di tengah tekanan saham global, pergerakan positif Bitcoin bisa memberikan kompensasi keuntungan jangka pendek yang signifikan.

Dan meskipun strategi jangka pendek ini mungkin tidak menghasilkan ledakan profit seperti strategi jangka menengah-panjang, fungsinya sebagai pelindung portofolio tetap tak tergantikan.

Kuncinya bukan semata pada keberanian mengambil risiko, tetapi pada kecermatan membaca momentum.

Dari kacamata ekonomi Indonesia, situasi ini menempatkan bangsa ini dalam posisi yang cukup rentan.

Sebagai negara dengan struktur ekonomi terbuka dan ketergantungan tinggi pada ekspor komoditas, fluktuasi harga global secara otomatis menciptakan dampak langsung terhadap pendapatan nasional dan kepercayaan investor.

Apalagi, sektor yang menjadi andalan Indonesia seperti batu bara, nikel, dan minyak sawit juga terdampak oleh ketidakpastian geopolitik dan transisi energi global.

Maka tidak mengherankan jika pasar saham domestik ikut melemah, karena investor cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang dan memindahkannya ke aset-aset safe haven yang lebih stabil.

Susun portofolio

Namun dalam badai seperti ini, bukan berarti masyarakat di Indonesia harus berhenti bergerak. Justru saat ketidakpastian meningkat, kesempatan menyusun ulang berbagai hal termasuk portofolio menjadi lebih terbuka.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal menilai kenaikan harga minyak dunia akibat dampak konflik Iran dan Israel juga menjadi momentum untuk percepatan transisi energi baru dan energi terbarukan.

Di balik keprihatinan mendalam atas terjadinya perang dan krisis yang menelan banyak korban, memang hampir selalu menyisakan celah bukan untuk berspekulasi atas penderitaan orang lain, tapi untuk bertindak lebih bijak dalam menjaga kekuatan finansial sebagai individu dan bangsa.

Ini waktunya bagi investor Indonesia untuk lebih sadar akan pentingnya diversifikasi, pemantauan berita internasional secara aktif, dan menempatkan instrumen lindung nilai sebagai bagian dari strategi utama, bukan tambahan semata.

Pada akhirnya, semua tidak bisa mengontrol keputusan para politisi dunia yang menyalakan api perang.

Tapi bisa mengendalikan cara merespons dampaknya. Dunia tidak sedang menuju kestabilan, dan tren yang sedang terjadi menunjukkan bahwa perang akan terus dijadikan alat untuk menutupi kegagalan internal banyak negara.

Maka pilihan paling masuk akal hari ini adalah menjadi investor yang tidak hanya tanggap terhadap pasar, tetapi juga paham konteks geopolitik.

Menyusun strategi bukan hanya berdasarkan grafik dan laporan keuangan, tapi juga atas dasar pemahaman terhadap arah dunia yang sedang bergerak.

Sebab, di tengah perang dan guncangan global, kemampuan membaca arah adalah investasi terbesar yang bisa dimiliki siapa pun.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Telkomsel-Ericsson perkuat kerja sama lewat peluncuran Hyper 5G Batam

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Telkomsel-Ericsson perkuat kerja sama lewat peluncuran Hyper 5G Batam Selasa, 17 Juni 2025 09:22 WIB waktu baca 3…

    PwC: Adopsi AI bisa tambah 15 poin persentase ke PDB global pada 2035

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi PwC: Adopsi AI bisa tambah 15 poin persentase ke PDB global pada 2035 Selasa, 17 Juni 2025 09:20…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *