
KPK dalami kemungkinan eks ASN jadi agen dan raih untung dari suap TKA
- Selasa, 17 Juni 2025 19:23 WIB
- waktu baca 3 menit

Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kemungkinan mantan aparatur sipil negara yang kemudian menjadi agen pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA) dan meraup untung dari kasus dugaan suap rencana penggunaan TKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Itu juga masuk ke materi penyidikan yang didalami oleh teman-teman penyidik untuk membuka perkara ini,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Budi menyampaikan pernyataan itu ketika ditanya mengenai kaitan antara status dan materi pemeriksaan Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) tahun 2008–2010, Muller Silalahi, yang diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK pada Senin (16/6).
KPK sebelumnya mengatakan bahwa Muller Silalahi diperiksa sebagai saksi dengan status pensiunan aparatur sipil negara (ASN) yang kemudian bekerja sebagai agen jasa pengurusan RPTKA.
Baca juga: KPK kembali panggil empat agen TKA jadi saksi kasus Kemenaker
Sementara ketika ditanya mengenai jumlah agen yang terlibat dalam kasus tersebut, Budi mengatakan KPK masih mendalaminya.
“KPK sampai hari ini masih terus mendalami agen-agen yang diduga melakukan pengurusan penggunaan TKA di Kemenaker. Jumlahnya tentu belum bisa kami sampaikan juga karena masih terus berkembang pemeriksaannya,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa pengelompokan bidang pekerjaan TKA yang terpaksa membayar pengurusan izin kerja masih didalami oleh penyidik KPK.
Baca juga: KPK sita dokumen aliran uang dari dua kantor agen TKA dan rumah PNS
KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Baca juga: KPK dalami rekening dan besaran uang pemerasan untuk urus izin TKA
Baca juga: KPK mendalami peran dua tersangka kasus pemerasan izin kerja TKA
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Rekomendasi lain
Lirik lagu Oasis “Stand By Me” tentang dukungan saat masa sulit
- 18 September 2024
Syarat Magang Bakti BCA dan besaran gajinya
- 17 Juli 2024
Ide hadiah Hari Ibu yang bikin Ibu merasa istimewa dan dihargai
- 19 Desember 2024
Daftar rest area di Tol Jakarta-Bandung
- 26 Juli 2024
Profil dan arti nama Bebingah Sang Tansahayu, anak Kaesang-Erina
- 17 Oktober 2024
Lirik lagu Tally – BLACKPINK dan artinya
- 19 Agustus 2024
Mengenal urutan pangkat polisi di Indonesia
- 24 Februari 2025