
Telaah
Melampaui PDB, mencari indikator kesejahteraan sejati
- Oleh Dr Aswin Rivai SE MM *)
- Senin, 2 Juni 2025 06:55 WIB
- waktu baca 8 menit

Mengandalkan PDB sebagai satu-satunya tolok ukur kemajuan ekonomi adalah pendekatan yang tidak hanya terbatas, tetapi juga berpotensi menyesatkan.
Jakarta (ANTARA) – Selama beberapa dekade, Produk Domestik Bruto (PDB) telah menjadi indikator utama untuk menilai keberhasilan ekonomi sebuah negara.
Di Indonesia, pertumbuhan PDB rutin diumumkan setiap triwulan, menjadi tolok ukur utama yang mempengaruhi persepsi publik dan arah kebijakan pemerintah. Namun, di balik angka-angka tersebut, semakin banyak ekonom yang mempertanyakan, apakah PDB benar-benar mencerminkan kesejahteraan masyarakat.
PDB Indonesia pada tahun 2024 mencapai Rp22.139 triliun atau sekitar 1,54 triliun dolar AS, menjadikannya ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan peringkat ke-16 di dunia berdasarkan nominal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun itu tercatat sebesar 5,03 persen, relatif stabil di tengah ketidakpastian global. Namun, angka tersebut menutupi berbagai kerentanan struktural, seperti ketimpangan pendapatan, kerusakan lingkungan, dan kualitas pekerjaan yang belum merata.
Seperti yang diamati oleh ekonom Amartya Sen, setiap bentuk deskripsi termasuk dalam ekonomi adalah hasil dari pilihan yang kita buat: Apa yang kita tampilkan, dan apa yang kita sembunyikan. Dengan hanya menyoroti pertumbuhan PDB, kita bisa saja mengabaikan dimensi penting lain dari kesejahteraan, seperti kualitas pendidikan, akses kesehatan, partisipasi politik, serta kelestarian lingkungan.
Ada tiga masalah fundamental terkait PDB. Pertama, mengaburkan ketimpangan. Salah satu kritik utama terhadap PDB adalah ketidakmampuannya menangkap distribusi pendapatan.
Di Indonesia, Gini ratio yang merupakan indikator ketimpangan masih tinggi, yakni 0,381 pada 2024, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum dinikmati secara merata. Di tengah pertumbuhan PDB yang stabil, jumlah orang miskin masih mencapai 8,57 persen dari total penduduk atau sekitar 24,06 juta jiwa.
Seperti dikemukakan Joseph Stiglitz dalam Freefall (2010), pertumbuhan PDB yang tinggi bisa saja terjadi bersamaan dengan meningkatnya ketimpangan. PDB per kapita Indonesia tahun 2023 sebesar 4,960 dolar AS atau Rp78,6 juta per tahun atau Rp6,55 juta per bulan mungkin menunjukkan kemajuan, tetapi tidak berarti sebagian besar rakyat menikmati kualitas hidup yang layak. Dalam kenyataannya, akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan pendidikan masih belum merata.
Baca juga: 10 negara dengan rasio utang terhadap PDB tertinggi dunia 2025
Masalah kedua adalah PDB memperkuat ketimpangan kekuasaan dalam demokrasi. PDB cenderung mengabaikan bagaimana kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi.
Di Indonesia, laporan World Inequality Database menunjukkan bahwa 1 persen penduduk terkaya menguasai lebih dari 30 persen total kekayaan nasional. Konsentrasi ekonomi ini berdampak langsung pada kekuatan politik dan media. Oligarki yang kuat dapat mempengaruhi kebijakan publik melalui kampanye, lobi politik, hingga pembentukan opini di ruang digital.
Fenomena ini membahayakan demokrasi. Seperti dikatakan Hakim Agung AS Louis Brandeis, “Kita bisa memiliki demokrasi atau kekayaan besar yang terkonsentrasi, tetapi tidak keduanya.” Ketika pertumbuhan ekonomi hanya memperkaya segelintir elite, maka kepercayaan terhadap institusi politik menurun, dan partisipasi publik melemah.
Copyright © ANTARA 2025
Komentar
Berita Terkait
Menggerakkan konsumsi untuk penguatan ekonomi
- 23 Mei 2025
Rekomendasi lain
7 Cara praktis download video Instagram tanpa aplikasi
- 2 Oktober 2024
Cek zodiak berdasarkan tanggal lahir
- 16 Agustus 2024
Tahapan seleksi penerimaan calon praja IPDN
- 5 Agustus 2024
Panduan lengkap tata Cara Shalat Jenazah: Niat dan Doa
- 8 Februari 2025
Cara monetisasi akun Youtube untuk hasilkan uang
- 4 Juli 2024
Harta kekayaan Erick Thohir berdasarkan data LHKPN
- 14 November 2024
Doa niat puasa qadha Ramadhan karena haid lengkap dengan artinya
- 17 Januari 2025
Daftar harga terbaru sepeda motor Honda
- 4 Oktober 2024
Rute BisKita Trans Bekasi Patriot yang beroperasi di Kota Bekasi
- 31 Januari 2025