Sarang burung walet Jadi “jembatan” antara Indonesia dan China

Sarang burung walet Jadi “jembatan” antara Indonesia dan China

  • Kamis, 29 Mei 2025 06:21 WIB
  • waktu baca 4 menit
Sarang burung walet Jadi
Petani memilah sarang burung walet di Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (18/7/2023). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/Spt

Jakarta (ANTARA) – Lebih dari sekadar bahan makanan kaya nutrisi, sarang burung walet telah menjadi bagian penting dalam kisah panjang hubungan persahabatan antara Indonesia dan China. Di era modern ini, meningkatnya permintaan dari konsumen China telah memberikan kesempatan ekonomi baru bagi Indonesia dan menciptakan ribuan tenaga kerja.

Namun, jauh sebelum berkembang seperti saat ini, sarang burung walet Indonesia diyakini sudah banyak dikirim ke China sejak abad ke-14 Masehi bersamaan dengan pelayaran Laksamana Zheng He alias Cheng Ho ke Indonesia. Saat itu, produk ini lebih banyak dikonsumsi oleh bangsawan di dalam istana kerajaan di China.

Berdasarkan data Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI), volume ekspor sarang burung walet Indonesia pada tahun lalu mencapai 1.273 ton, dengan hampir sepertiganya dikirim ke China. Jumlah itu belum termasuk yang sampai ke pasar China melalui Daerah Administratif Khusus (Special Administrative Region/SAR) Hongkong di China selatan yang jumlahnya lebih dari 500 ton.

Seiring berjalannya waktu, sarang burung semakin populer di kalangan masyarakat China secara umum, termasuk di kelompok anak muda karena khasiatnya yang diyakini baik untuk kecantikan.

Popularitas ini yang kemudian mendorong peningkatan permintaan dari China, tercermin dari volume ekspor ke China yang meningkat 24 kali lipat dalam satu dasawarsa terakhir, dari hanya 14,7 ton pada 2015 menjadi 376,2 ton pada tahun lalu.

“Trennya sangat positif, sebab kesadaran masyarakat China terhadap khasiat sarang burung walet terus meningkat, didukung juga dengan adanya penelitian-penelitian terkini tentang manfaatnya bagi kesehatan,” kata Ketua PPSBI Boedi Mranata dalam wawancara dengan Xinhua.

Meski berlandaskan hubungan bisnis, Boedi meyakini perdagangan sarang burung walet antara Indonesia dan China telah menjadi jembatan tidak langsung dalam memperkuat persahabatan kedua bangsa.

Titik baliknya terjadi pada 2015, saat otoritas China mulai membuka secara resmi impor langsung sarang burung walet dari Indonesia. Perusahaan milik Boedi dengan merek 'Xiao Niao' menjadi yang pertama mendapat izin dari otoritas China pada saat itu.

Seiring lonjakan permintaan tersebut, jumlah perusahaan yang saat ini telah mengantongi izin ekspor ke China semakin banyak, yakni sekitar 50 perusahaan, dibandingkan satu dasawarsa lalu yang hanya enam perusahaan. Di sisi lain, kuota untuk eksportir Indonesia juga terus meningkat, dari hanya 79 ton per tahun menjadi 694 ton meski hanya terealisasi separuhnya.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, bekerja sama dengan China Agricultural Wholesale Market Association (CAWA), menggelar forum pertemuan bertajuk “Konferensi Tingkat Tinggi Sarang Burung” (Bird's Nest Summit) pada Maret lalu di Jakarta. Dihadiri puluhan pelaku usaha dari kedua negara beserta sejumlah asosiasi, pertemuan tersebut bertujuan untuk memperkuat perdagangan sarang burung walet.

Produk olahan sarang burung walet. ANTARA/Xinhua

Meski berlandaskan hubungan bisnis, Boedi meyakini perdagangan sarang burung walet antara Indonesia dan China telah menjadi jembatan tidak langsung dalam memperkuat persahabatan kedua bangsa.

“Dampaknya tentu semakin banyak orang China yang datang ke Indonesia untuk belajar lebih banyak soal sarang burung (walet), demikian juga sebaliknya, banyak dari kita yang ke China untuk mengetahui budaya makan sarang burung walet di sana, hal ini membantu untuk saling memahami budaya masing-masing secara lebih baik,” ujarnya.

Pasar sarang burung walet yang besar di China juga telah menyediakan peluang ekonomi baru bagi Indonesia, termasuk dalam bentuk penerimaan devisa yang cukup besar. Meski secara volume hanya sepertiga, nilai ekspor sarang burung walet ke China menyumbang 78 persen dari total nilai pada tahun lalu, yakni sebesar 551,5 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.300).

Ini belum termasuk efek ganda terhadap penciptaan ribuan lapangan kerja di Indonesia. Boedi menggolongkan bisnis sarang burung walet sebagai padat karya karena membutuhkan banyak tenaga kerja, mulai dari penjagaan, perawatan, pemanenan, hingga proses pembersihan dan pengemasan.

Namun, lebih dari sekadar perdagangan, otoritas setempat di Indonesia belakangan ini juga menggalakkan upaya agar makin banyak investasi dari China yang masuk ke Indonesia guna mendorong hilirisasi produk sarang burung walet.

Meski ekspor ke China pada 2024 sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, Boedi menyebut prospek pasar China masih cukup cerah ke depannya. Hal itu dikarenakan diversifikasi olahan, di mana sarang burung walet saat ini tidak hanya diolah secara tradisional, tetapi juga sudah banyak diubah menjadi minuman kemasan hingga produk nonpangan.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Kemenkum: Pencatatan hak cipta di DJKI didominasi buku

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Kemenkum: Pencatatan hak cipta di DJKI didominasi buku Jumat, 30 Mei 2025 13:20 WIB waktu baca 3 menit…

    WHO puji langkah Indonesia batasi penggunaan tembakau

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi WHO puji langkah Indonesia batasi penggunaan tembakau Jumat, 30 Mei 2025 13:17 WIB waktu baca 2 menit Ilustrasi…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *