Hari buruh; Jangan lupakan jasa pers

Telaah

Hari buruh; Jangan lupakan jasa pers

  • Oleh Masuki M. Astro
  • Kamis, 1 Mei 2025 15:49 WIB
  • waktu baca 5 menit
Hari buruh; Jangan lupakan jasa pers
Pengunjuk rasa dari berbagai elemen buruh membawa berbagai bendera dan spanduk saat aksi memperingati Hari Buruh Internasional di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Mereka meminta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh. ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/tom.

Persoalan PHK ini bukan sekedar matinya sumber nafkah sejumlah jurnalis. Kasus ini juga terkait dengan nasib media secara umum.

Bondowoso (ANTARA) – Peringatan hari buruh tahun 2025 diwarnai kabar mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) insan media yang berseliweran di lini masa media sosial.

Bahkan, ada postingan video, seorang perempuan pembawa berita televisi swasta yang tampil sambil menangis membawakan kabar mengenai wartawan yang harus pamit dari layar televisi pemirsa karena tidak bisa melanjutkan tugas menghadirkan warta kepada masyarakat.

Insan media yang berbeda dari salah satu biro juga menampilkan video pamitan kepada pemirsa karena medianya tidak mampu lagi membayar upah. Mereka menjadi korban PHK.

Selama ini, insan media tidak pernah absen ikut menjadi bagian dari pejuang pembela kaum buruh yang hak-haknya terpinggirkan. Ketika kalangan jurnalis itu sendiri harus menghadapi persoalan serupa dengan buruh-buruh pabrik, mereka justru berada dalam ruang kesepian karena tidak ada yang ikut membela.

Menghadapi kenyataan perih akibat PHK seperti ini, wartawan seolah-olah tidak layak untuk dibela oleh pihak lain. Sebagai buruh, dengan sebutan lebih keren “kuli tinta”, mereka harus menghadapi rasa pedih itu bersama dengan keluarganya.

Wartawan yang semasa aktif membawakan warta mengenai pembelaan terhadap kaum marginal tampak gagah, kini kegagahan itu tidak bersisa karena harus menghadapi kenyataan bahwa “jasa-jasa” besar mereka terhapus dari ingatan sejarah semua orang.

Wartawan yang bekerja untuk banyak kepentingan, menafkahi keluarga, membela hak-hak masyarakat, memajukan ekonomi kalangan usahawan, termasuk menginformasikan kerja-kerja pemerintah, kini semua jasa itu dilupakan.

Pemerintah, usahawan, dan lainnya, seolah lupa bahwa kelangsungan kehidupan bangsa ini dan usaha kaum bisnis, ada jasa tak kasat mata dari kalangan pers. Jasa pers itu bisa kita rujuk mulai dari ikut andilnya kalangan wartawan dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajah, hingga negara ini berdiri dan berbentuk republik, dan berlanjut hingga era reformasi.

Salah satu gejala yang penting kita mengingatkan bersama mengenai kepedulian pada keberlangsungan kehidupan pers konvensional ini, pemerintah dan usahawan, kini mereka memilih mengalokasikan dana iklan ke media sosial yang kalkulasinya lebih murah dari pada media konvensional.

Baca juga: Sekjen PBB: Jurnalis miliki peran penting sediakan informasi, mendidik

Baca juga: Stafsus Menag: Peran jurnalis efektif bangun kerukunan umat beragama

Kenyataan ini, sekaligus menjadi otokritik bagi kalangan pers agar selalu mengedepankan kreativitas dalam melayani pembaca dan pemirsanya agar tidak kalah menarik dari media sosial.

Secara perorangan, fakta PHK ini, mungkin tidak selalu menjadi “waktu kiamat” bagi mantan jurnalis. Mereka yang terkena PHK adalah insan-insan kreatif dan terbiasa bekerja dalam tekanan multiaspek. Ketika tidak lagi bekerja sebagai jurnalis, mereka masih bisa menggali potensi kreatifnya, misalnya dengan menjadi kreator konten media sosial. Atau mereka yang biasa liputan di bidang ekonomi bisa membuka usaha sendiri, didukung oleh jaringan kenalan yang sudah mereka bangun bertahun-tahun.

Persoalan PHK ini bukan sekedar matinya sumber nafkah sejumlah jurnalis. Kasus ini juga terkait dengan nasib media secara umum.

Menjaga kelangsungan hidup pers adalah tanggung jawab semua pihak. Gelombang PHK sejumlah media saat ini adalah sinyal bahwa industri media konvensional sedang menghadapi tantangan berat. Media nasional besar saja tidak mampu menghadapi kenyataan semakin menurunnya pendapatan dari iklan yang menjadi salah satu sumber, kalau tidak mau disebut sebagai sumber utama untuk menggaji karyawan, apalagi media-media kecil di daerah.

Kalau tidak ada kepedulian semua pihak, bukan tidak mungkin semua media konvensional akan tutup. Kalau demikian, kehidupan demokrasi akan timpang karena kehilangan salah satu soko gurunya.

Bayangkan, jika kebutuhan informasi bagi masyarakat, termasuk pemerintah dan dunia usaha, diambil alih oleh media sosial. Kita semua tahu bahwa media sosial memuat semua hal, tanpa saringan ketat dan prinsip keberimbangan data. Masyarakat akan disuguhi dengan informasi sepihak yang penuh dengan caci maki dan saling serang. Informasi yang tersaji tanpa ada keseimbangan dari pihak lain.

Ajakan kepedulian ini tidak perlu dimaknai sebagai ratapan kalangan media untuk “mengemis” iklan dari pemerintah. Setidaknya, kepedulian itu bisa ditunjukkan dengan semua kalangan tetap memberikan perhatian kepada media konvesional untuk dibaca atau diklik bagi media online.

Sementara bagi jurnalis yang kini berstatus mantan, mereka bisa memanfaatkan ilmu kehidupan selama bekerja di media, yang mengajarkan etos pantang menyerah dan selalu membawa hasil liputan sesuai rencana.

Pekerjaan wartawan adalah perpaduan ketangguhan semi sempurna, antara fisik dan mental atau pikiran. Di dalam diri seorang wartawan beradu kemampuan intelektual sekaligus ketahanan fisik. Hasil pendidikan dunia pers yang akan dimiliki seorang wartawan menjadi bekal luas bagi mereka yang terputus hubungan kerjanya dengan media untuk menghadapi tantangan sesulit apapun di ruang waktu kehidupan.

Pencarian data hingga pengolahan berita dan bagaimana menyiarkan data agar menarik bagi pembaca adalah pelajaran besar mengenai kreativitas yang dapat diaplikasikan di kehidupan baru, yang kini hampir semuanya berbasis digital.

Keterampilan menulis berita dan meramu video atau mengambil objek foto menarik untuk disajikan kepada pemirsa adalah ilmu praktis yang jika dijalani dalam pendidikan formal di perguruan tinggi memerlukan waktu 4 hingga 5 tahun.

Meminjam kredo prajurit, “tidak ada kata mati bagi seorang wartawan”.

Baca juga: Wartawan “Berita Kota” Adukan Nasib ke DPR

Baca juga: Menkomdigi ajak jurnalis ambil peran perangi judi online

Baca juga: Koalisi organisasi pers ingatkan peran jurnalis jaga demokrasi

Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Rumor isyaratkan “mode desktop” pada iPhone

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Rumor isyaratkan “mode desktop” pada iPhone Kamis, 1 Mei 2025 19:53 WIB waktu baca 1 menit iPhone 16…

    Realisasi investasi Jakarta triwulan I 2025 tertinggi se-Indonesia

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Realisasi investasi Jakarta triwulan I 2025 tertinggi se-Indonesia Kamis, 1 Mei 2025 19:51 WIB waktu baca 2 menit…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *