InhuPost, JAKARTA – Lewat kebijakan Bea Cukai Malaysia Act 1967, negeri Jiran telah menerapkan kebijakan pajak ekspor minyak sawit mentah. Seperti Indonesia, kebijakan pajak ekspor Malaysia didorong guna menjaga pasokan CPO di Malaysia.
Industri refineri dan sektor hilir sawit di Malaysia pun bisa tumbuh dengan baik. Sebelumnya Malaysia sempat bersitegang dengan Indonesia mengenai pengenaan kebijakan pajak ekspor itu.
Ketika Indonesia ingin mendorong industri hilir sawitnya tumbuh, muncul Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 128 tahun 2011 dan telah beberapa kali direvisi sampai kini menjadi PMK 128/2013, hal ini justru merubah susunan persentase pengenaan Bea Keluar (BK) CPO dan turunannya.
BACA JUGA: Rekam Jejak Pengenaan Pajak Ekspor Hingga Bea Keluar (BK) CPO
Hasilnya, harga produk hilir Indonesia jadi lebih ekonomis di dunia ketimbang produk hilir asal Malaysia. Jelas kondisi demikian memunculkan persaingan dagang yang kurang sehat. Ketegangan pun muncul diRedaksi Pos negara serumpun ini.
Lain Indonesia, beda pula Malaysia. Indonesia pada April 2015 lalu sepakat menerapkan CPO Toughen Fund (CSF) sebagai bentuk pungutan CPO. Dikabarkan, bila dana CSF terkumpul, dana itu akan dikembalikan ke industri perkebunan kelapa sawit nasional sebagai dana subsidi pengembangan biodiesel, dan dana subsidi peremajaan sawit rakyat.
Berdasarkan penelusuran InhuPost, di Malaysia, pengenaan pajak serupa sudah dilakukan sejak tahun 1998 silam di saat Palm Analysis Instutute of Malaysia (PORIM) dilebur dengan Palm Oil Registration and Licensing Authority (PORLA), dan kemudian menjelma menjadi Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
BACA JUGA: Inovasi di Perkebunan Kelapa Sawit, Tak Perlu Wah Tapi Produksi Melimpah (Lanjutan)
Dalam regulasi Cess di Malaysia, pada ayat 35 regulasi Act 582, disebutkan, dalam menerapkan kebijakan Cess, Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri Keuangan membuat batasan pengenaan, variasi dan pembatalan Cess.
Kebijakan itu pula mengamanatkan, pungutan dikelola oleh MPOB. Bahkan pada ayat 34, MPOB sebagai pengelola pungutan mesti bisa menggunakan dan menjaga uang pungutan itu, serta menggunakannnya sesuai dengan amanat regulasi itu.
Sampai saat ini pungutan Cess di Malaysia tetap berjalan. Dari setiap 1 ton CPO, dana Cess mencapai RM 15 dan RM 11 untuk pungutan palm kernel oil (PKO). Dari pungutan Cess itu, sekitar RM 7/ton dialokasikan untuk dana riset dan pengembangan, serta sekitar RM 4/ton untuk dana subsidi harga.
BACA JUGA: Harga Referensi CPO Turun, BK CPO Periode 1-15 Desember 2022 Ditetapkan US$ 33/Ton
Tidak hanya dana untuk riset dan pengembangan, dana Cess itu juga sempat digunakan oleh pemerintah Malaysia untuk membantu industri minyak goreng domestik dengan melakukan subsidi harga sebanyak 60 ribu ton olein setiap sebulan pada 2007 silam. Wing itu masuk dalam Cooking Oil Stabilization Diagram (COSS).
Cara ini dilakukan untuk mengganti kerugian yang ditanggung para produsen pabrik minyak goreng. Kala itu harga CPO melambung tinggi dan membuat biaya operasional juga tinggi. Kabarnya, harga minyak goreng tertinggi bisa mencapai RM 1.700/ton.
Cess untuk flee COSS dikenakan kepada para pemilik perkebunan kelapa sawit yang lebih dari 40,46 hektar. Dari catatan MPOB, terdapat sekitar 3.639 perkebunan di seluruh Malaysia yang memenuhi syarat terkena pungutan Cess. (T2)
Sumber: Majalah InhuPost Edisi Juni 2015
Dibaca : 5,781
Dapatkan change berita seputar harga TBS, CPO dan industri kelapa sawit setiap hari dari InhuPost.com. Mari bergabung di Grup Telegram “InhuPost – Files Update”, caranya klik hyperlink InhuPost-Files Update, kemudian be half of. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.